Jakarta, Agrifood.id – Kehadiran bumbu kemasan yang diproduksi industri makanan skala besar berdampak terhadap melesunya angka penjualan komoditas rempah dan bumbu dapur di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur.
“Orang-orang cenderung memilih yang praktis dan instan, yaitu bumbu kemasan,” kata Mursito, pedagang rempah di Pasar Induk Kramat Jati, baru-baru ini.
Dikatakan, iklan bumbu kemasan di berbagai stasiun televisi maupun media luar ruang (baliho) mulai membanjir sejak tahun 2000-an hingga sekarang. Hal itu menyebabkan angka penjualan terus merosot hingga 50 persen. “Dulu biasanya beli banyak untuk dijual lagi di pasar-pasar tradisional, sekarang kurang,” ucapnya.
Hal senada juga disampaikan Berlin, salah seorang pedagang rempah lainnya di Pasar Induk Kramat Jati bahwa bumbu kemasan saat ini menjadi saingan mereka dalam berdagang. “Saingan kami sekarang bumbu kemasan dari pabrik. Ini yang membuat pembeli rempah yang datang ke pasar sepi,” ujarnya.
Di Pasar Induk Kramat Jati, rempah-rempah itu datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk impor luar negeri. Pembeli didominasi pedagang kecil yang akan membantu menjual kembali rempah-rempah tersebut ke seluruh wilayah DKI Jakarta.
Di sisi lain, persaingan dalam bisnis saus tomat juga semakin ketat. Industri saus tomat dinilai tahan banting sejalan dengan maraknya bahan baku subtitusi yang melimpah di Indonesia. Tak pelak, perusahaan global seperti Heinz, Unilever, hingga Delmonte berlomba menggarap pasar domestik, juga peluang ekspor. Jika produk pangan lainnya masih bertumpu pada bahan baku impor, maka produsen saus tomat di dalam negeri telah berhasil mencari substitusi tomat.
Di sisi lain, seperti ditulis kontan.co.id, persaingan domestik produk saus tomat berlangsung ketat. Pada saat bersamaan, produsen multinasional seperti Heinz, Unilever, dan Delmonte saling sikut memperebutkan pasar saus tomat domestik yang sempit. [AF-05]
agrifood.id // agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment