Jakarta, AF – PT Freeport Indonesia (FI) yang sudah mengeruk potensi sumber daya alam Indonesia didesak agar tidak sewenang-wenang. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu harus bertanggung jawab atas semua aktivitasnya, termasuk yang paling mutakhir terkait pemutusan hubungan kerja (PHK). Saat ini, sebanyak 8.100 pekerja di lingkungan PT FI mendapat perlakuan tidak adil dan menjadi korban PHK tanpa prosedur hukum.
Menurut Anggota Komisi I DPR Papua Wilhelmus Pigai, Senin (21/8), PT FI jangan sewenang-wenang yang justru memicu persoalan sosial lain yang lebih riskan. Desakan itu menyusul aksi mogok yang diikuti perusakan sejumlah fasilitas (juga kendaraan) di check point 28, depan Bandara Mozes Kilangin, Timika, Kabupaten Mimika, Papua. Aksi itu diduga dari ratusan karyawan di lingkungan PT FI yang terkena PHK.
Mus, demikian sapaan Wilhelmus, sangat mengkhawatikan nasib dari 8.100 korban PHK jika tidak ada solusi dalam jangka pendek. Aksi protes dan tindakan anarkis akhir pekan lalu itu dipicu dari ketidakpuasan atas PHK tanpa prosedur dan melanggar aturan. Untuk itu, lanjut Mus, PT FI harus segera mengakhiri persoalan dengan karyawan terkena PHK, baik karyawan PT FI sendiri, kontraktor dan subkontraktor serta perusahaan swasta yang terkait.
“Semua korban PHK adalah WNI yang tentunya membutuhkan penghormatan atas hak-hak mereka dan perlu dipahami oleh pihak perusahaan. Jika pihak perusahaan juga tidak mau berdialog maka sulit membendung amarah dari para korban PHK itu,” ujarnya.
Apalagi, kata Mus, proses penyelesaian PHK pun tidak atau belum melalui aturan yang berlaku, baik melalui peradilan hubungan industrial atau sesuai dengan perjanjian kerja bersama. Untuk itu, DPRP mendesak agar PT FI harus bertanggung jawab dan juga menghormati hak-hak dari para karyawam tersebut. “PT FI selalu bermasalah dalam ketenagakerjaan. Padahal, sudah mengeruk sumber daya alam Indonesia di Papua dan meraup keuntungan yang cukup banyak,” tegasnya.
Dia mendesak agar Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP memberikan sanksi secara proporsional karena PT FI sudah melakukan tindakan sewenang-wenang. Hal itu justru memicu persoalan anarkis sehingga aparat keamanan pun tidak boleh melihat hanya dari akibat yang ditimbulkan.
Secara terpisah, manajemen PT FI menegaskan menutup ruang perundingan dengan para mantan karyawannya. Bahkan, tidak akan membuka lowongan bagi mantan karyawan untuk bekerja langsung di perusahaan tambang asing itu. “Kebijakan perusahaan adalah tidak lagi rekrut (mantan karyawan) secara langsung, melainkan melalui kontraktor. Karena Freeport tidak lagi membuka ruang kerja bagi mereka tetapi lewat kontraktor yang ditunjuk,” kata EVP Sustainable Development PT FI Sony Prasetyo di Timika, Senin.
Menurut dia, pihak perusahaan sudah berusaha untuk mengimbau karyawan mogok untuk kembali namun tidak direspon. Pada akhirnya melalui peraturan yang ada manajemen FI menganggap karyawan mogok mengundurkan diri secara sukarela. [AF-02]
Be the first to comment