Jakarta, AF – Setelah hampir 10 tahun terkatung-katung dan menjadi korban kriminalisasi, perjuangan petani sawit Desa Batu Leman, Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, mulai mendapatkan titik terang. Salah satunya, para petani akan mendapatkan kembali sertifikat lahan sawit sebagai bukti kepemilikannya. Untuk itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyurati Bank Mandiri untuk merealisasikan perolehan sertifikat tersebut.
Dalam suratnya tertanggal 12 Juli 2017, Komisioner Komnas HAM Ansori Sinungan menjelaskan bahwa penyelesaian masalah sertifikat atas nama petani Maras dan Tuti harus sudah tuntas paling lambat pada 28 April 2017. Tenggat waktu itu adalah satu bulan setelah kesepakatan mediasi pada 29 Maret 2017 bahwa Koperasi Kusuma Sawit Mandiri harus mengembalikan sertifikat hal milik tersebut.
“Setelah tenggat waktu itu tidak ditaati oleh pihak koperasi, maka petani menyampaikan aduan kepada kami pada 5 April lalu,” kata Ansori dalam salinan surat yang diperolah Agrifood.
Disebutkan, tembusan dari pengaduan itu juga disampaikan kepada PT Harapan Hibrida Kalbar (HHK) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
Seperti diketahui, para petani sawit di Kecamatan Manis Mata, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat terus berupaya mencari keadilan atas lahan mereka. Sebagai bentuk kemitraan dengan perusahaan inti (sebelum PT HHK), sertifikat lahan petani yang dikoordinir oleh koperasi menjadi jaminan kredit di Bank Mandiri. Setelah perusahaan inti beralih ke PT HHK, status kepemilikan lahan petani semakin tidak jelas yang kemudian menjadi persoalan krusial yang dituntut para petani dari empat desa di Kecamatan Manis Mata. Perjuangan para petani pun cukup panjang dan berliku-liku hingga mendapatkan perlakuan kekerasan dari aparat hingga menjad korban kriminalisasi.
“Kami hanya memperjuangkan hak atas lahan kami. Sayangnya, ada banyak oknum dari berbagai institusi memanfaatkan ketidaktahuan para petani dan justru melakukan penipuan,” tegas Maras dalam sejumlah kesempatan.
Berbagai langkah sudah dilakukan baik di dari tingkat desa, kecamatan, Pemerintah Kabupaten Ketapang, Pemprov Kalimantan Barat hingga ke berbagai pihak di Jakarta. Komnas HAM dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) pun tidak ketinggalan menjadi tempat pengaduan para petani yang didampingi oleh Padma Indonesia. Padahal, para petani berupaya mendapatkan kembali bukti dan hak atas kepemilikan lahan kelapa sawit yang dikonversi dari tanah hak ulayat masyarakat adat Dayak Jelai tersebut.
“Kami berharap kesepakatan dalam mediasi segera direalisasikan sehingga sertifikat hak milik kami segera diperoleh,” kata Maras. [AF-02]
Be the first to comment