Pandemi, Ikan, dan Cerita Foto Nelayan Pesisir Buleleng

Foto yang dibuat Ketut Milantini, seorang ibu rumah tangga Desa Les, Buleleng.
Ilustrasi produk siap olah (Ist)

Bali, Agrifood.id – Industri perikanan Indonesia termasuk yang terdampak parah, kehidupan para nelayan berubah drastis, termasuk nelayan di Pulau Bali. Seluruh sendi kehidupan mendorong perlunya adaptasi dengan situasi kenormalan baru.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bekerja sama dengan Photovoices International (PVI) mendukung sejumlah nelayan dan kaum perempuan yang bergerak di industri perikanan di Desa Les dan Desa Pemaron, Kabupaten Buleleng, Bali Utara, mendokumentasikan kehidupannya melalui kegiatan Photovoices selama Oktober 2020-Januari 2021. Dengan kamera di tangan, mereka mengabadikan keseharian di masa pandemi.

Baca : Pengawet Ikan Organik yang Alami, Solusi Atasi Formalin dan Boraks

Sejak Oktober 2020, 11 peserta program Photovoices yang terdiri dari nelayan yang tergabung dalam program CODRS (Crew Operated Data Recording System) atau sistem pencatatan data perikanan, beserta istri dan rekan mereka difasilitasi mengabadikan momen keseharian mereka dan lingkungannya. Hasilnya, sekumpulan foto dan cerita dampak Covid-19 terhadap kehidupan nelayan dan para perempuan di bidang perikanan.

“Foto-foto ini diambil untuk menggambarkan keseharian mereka dan masalah-masalah yang dihadapi, khususnya saat pandemi ini. Setiap minggu mereka bertemu membahas masalah-masalah tersebut, serta solusi untuk mengatasinya, baik sendiri atau dengan bantuan pengambil kebijakan,” ujar Tri Soekirman, Direktur Eksekutif Photovoices International, dalam keterangan tertulis pekan lalu.

Kondisi perahu dan nelayan desa Pemaron, Buleleng, Bali. (Kadek Agus Cahyadi).

Kadek Agus Cahyadi, salah satu peserta Photovoices, mengambil foto di Pantai Penimbangan, Dusun Dauh Margi, Desa Pemaron. Jajaran perahu terlihat memagari bibir pantai. Sebelum pandemi, seusai digunakan untuk mencari ikan, perahu-perahu ini biasa digunakan untuk mengantar pengunjung melihat lumba-lumba.

Sebelumnya, aktivitas normal itu menunjang Pantai Penimbangan yang semakin ramai. Mulai dari warung makan, penjual nasi jinggo, kedai kopi, kios-kios, dan pedagang kaki lima tak henti-hentinya melayani tamu yang membeli dagangan mereka. Kini, perahu-perahu nelayan hanya terpakir di pantai, bahkan beberapa di antaranya dinaikkan ke daratan, karena tak ada harapan tamu akan datang,” ujarnya.

Sejak pandemi, industri perikanan skala kecil di Indonesia menghadapi tekanan besar. Harga jual ikan tuna ukuran besar merosot tajam. Sebelum pandemi berkisar Rp 30.000-35.000 per kilogram, saat pandemi turun drastis menjadi Rp 15.000-18.000 per kilogram. “Kini sudah membaik di harga Rp 25.000 per kilogram. Sementara harga ikan tuna juvenil (belum berpijah) cenderung stabil di Rp. 18.000-23.000 per kilogram,” terang Peter Mous, Direktur Program Perikanan YKAN.

Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) adalah organisasi nirlaba berbasis ilmiah yang hadir di Indonesia sejak 2014. [AF-03]

Agrifood.id || agrifood.id@gmail.com

Agrifood adalah portal media pangan dan seputar industri makanan/minuman. Selain menjadi sumber informasi, Agrifood juga melayani berbagai jasa dan kreativitas, seperti layanan komunikasi dan promosi sejumlah produk atau komoditas untuk pengembangan industri, penguatan brand/merek/citra dan penetrasi pasar.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*