
Jakarta, AF – Pemerintah akan menghidupkan 3.700 hektare lahan garam di Nusa Tenggara Timur (NTT) agar bisa kembali berproduksi dan menopang kebutuhan garam dalam negeri.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sofyan Djalil usai rapat koordinasi di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin, mengatakan lahan seluas 3.700 hektare di Teluk Kupang itu dikuasai PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS). “Kami ingin mereka selesaikan secara B to B (transaksi komersial antarpelaku bisnis) karena ada HGU (Hak Guna Usaha) milik perusahaan tapi sudah lama telantar enggak digunakan apa-apa. Kami berikan peringatan, kalau tidak digunakan dalam 90 hari akan dibatalkan,” katanya.
Sofyan menuturkan dalam 90 hari itu pemerintah mendorong agar perusahaan itu bisa bekerja sama dengan pihak lain agar lahan tersebut bisa dimanfaatkan. “Dengan siapa saja, terutama dengan PT Garam (Persero), karena PT Garam sudah punya ladang dan punya pengalaman. Biarkan mereka kerja sama. Bagi pemerintah enggak penting siapa yang mengelola, tapi yang penting bagaimana tanah itu bermanfaat dan kita memproduksi garam,” tuturnya.
Jika tidak menemukan kesepakatan hingga batas waktu yang ditentukan maka HGU perusahaan itu dapat dibatalkan dan diberikan kepada pihak yang akan menggunakannya kemudian. Sofyan menuturkan secara keseluruhan di NTT terdapat lahan garam seluas 400 hektare milik PT Garam yang pengelolaannya dikerjakan bersama masyarakat.
Dia menambahkan, lahan garam yang bagus, siapa pun yang memiliki dan membuat akan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Sistem yang digunakan adalah kemitraan inti-plasma. Skema tersebut telah berlangsung di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang, NTT. PT Garam membuat lahan seluas 400 hektare dan masyarakat menawarkan diri untuk ikut serta dalam pengelolaan. Sistem tersebut ternyata membuat produktivitas garam menjadi tinggi.
“Di Bipolo itu begitu PT Garam membuat lahan garam, mereka melihat produktivitasnya tinggi, teknologinya lebih baik, masyarakat yang tadinya punya tanah marginal akan ikut serta sehingga lahannya bisa berkembang terus dan produktivitasnya meningkat,” terangnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia mempunyai 22.000 hektare lahan yang dapat digunakan untuk memproduksi garam. Sayangnya, meski sebagian telah berproduksinya, kualitas garam yang dihasilkan tidak maksimal karena penggunaan teknologi yang kurang baik.
“Kami sudah menginvetarisasi, kita punya lahan 22.000 hektare yang bisa ditanami buat garam. Garam itu sudah sebagian dibuat, tapi tidak pakai teknologi yang bagus sehingga kualitasnya mungkin hanya 80 persen, seharusnya 94-97 persen,” katanya, Senin.
Luhut menyebut 22.000 hektare lahan garam itu tersebar di seluruh Tanah Air, terutama di Nusa Tenggara Timur yang memiliki hampir 15.000 hektare dan sisanya tersebar di Jawa, Madura dan Jeneponto (Sulawesi Selatan). Luasan lahan garam itu dihitung berdasarkan status potensi baru dan yang telah ada. Mantan menko polhukam itu menuturkan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah memiliki teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam sehingga perlu segera diterapkan. [AF-03]
Be the first to comment