Rekayasa Teknologi BPPT Hentikan Impor, NTT Jadi Provinsi Garam

Ilustrasi garam NTT

Kupang, AF – Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut B Pendjaitan mengharapkan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi provinsi garam karena potensi garam industri di provinsi tersebut mampu memenuhi kebutuhan nasional.

“Saya rasa NTT bisa menjadi provinsi garam. Pak gubernur mungkin bisa melihat hal ini,” katanya kepada wartawan di sela-sela kunjungan kerjanya ke Pabrik Garam milik PT Garam Indonesia di desa Bipolo, Kabuapten Kupang, Senin (30/10).

Dia menyebutkan lahan tambak garam di NTT bukan hanya berada di desa Bipolo namun menyebar juga di 11 kabupaten lainnya di NTT, yakni Timor Tengah Selatan (TTS), Timor Tengah Utara (TTU), Alor, Flores Timur, Lembata, Ende, Nagekeo, Manggarai, Sumba Timur, Sabu Raijua dan Rote Ndao.

“Untuk wilayah NTT ada 12 kabupaten yang berpotensi mengembangkan garam industri dan total luasnya mencapai 26 ribu hektare,” tambah Luhut.
Dikatakan, saat ini pabrik garam di Bipolo luasnya mencapai 400 hektare dengan nilai investasi mencapai Rp 4,5 miliar.

Luhut berharap luas lahan tambak garam yang ada di Bipolo tersebut dapat mencapai 5 ribu hektare sehingga NTT mampu menjadi pemasok garam industri nasional dan mencegah terjadinya impor garam. Jika masyarakat di desa tersebut terus mengolah tambak garam maka kesejahteraan rakyat di desa tersebut dapat terjamin.

Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Unggul Priyanto mengatakan teknologi rekayasa milik BPPT mampu menghentikan impor garam dalam waktu dekat.

Unggul dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (31/10), mengatakan kelangkaan pasokan garam yang sempat melanda negeri, membuat harga garam di sejumlah daerah melambung tinggi.

Sejumlah cara terus dilakukan pemerintah agar tidak ada impor garam pada tahun mendatang. Salah satunya, oleh BPPT, menghadirkan inovasi teknologi untuk meningkatkan produksi garam. Dia yakin, pihaknya mampu melakukan rekayasa teknologi untuk meningkatkan produksi garam. Rekayasa teknologi yang dimaksud yakni produksi garam harus bisa dilakukan setiap saat dan tanpa mengenal musim.

“Untuk meningkatkan produksi garam nasional dengan rekayasa teknologi ini memungkinkan bisa dilakukan setiap saat, jadi produksi tak hanya dilakukan pada musim kemarau saja,” katanya.

Untuk mengatasi masalah pasokan garam, Menko Maritim Luhut Pandjaitan menyebut bahwa pemanfaatan teknologi harus dapat membantu petani meningkatkan produksi maupun kualitas garam. Jika dari hasil inovasi teknologi garam BPPT yang diuji coba di Kupang, hasil produksinya bagus, maka akan diaplikasikan juga di Madura dan sentra-sentra garam lainnya.

“Kalau ada nanti langsung kita praktik, langsung kita bikin lahan garam satu di Kupang, kalau bagus langsung kita bikin lagi di Madura dan sebagainya,” ujar dia.

Pihaknya optimistis solusi teknologi BPPT bisa mengatasi masalah pasokan garam di Indonesia sehingga tidak perlu impor lagi, bukan hanya untuk jangka pendek tetapi juga jangka panjang. “Dengan begitu, biaya lebih rendah, tidak lagi terlalu berpengaruh dengan cuaca, produksi dapat kita angkat dan kita tidak impor lagi. Itu salah satu rekayasa dari BPPT,” ujar Luhut. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*