Jakarta, AF – Rantai pasok komoditas teh belum menopang kesejahteraan para petani atau produsen teh dari rakyat. Untuk itu, Confederation of the International Tea Smallholders (Federasi Petani Teh Internasional/CITS) mendorong penguatan para petani dari delapan negara produsen teh. Workshop CITS tersebut difasilitasi oleh Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO).
Chairman CITS Rachmat Badruddin di Jakarta, Selasa (3/4), mengatakan teh yang diproduksi dari petani (rakyat) memberikan kontribusi cukup besar di dunia. Sayangnya, kontribusi itu belum diikuti dengan pendapatan atau keuntungan yang dinikmati oleh para petani tersebut. Tidak saja dalam rantai pasok produksi, pendapatan tersebut lebih rendah dibandingkan dengan di luar komoditas teh.
“Inilah pentingnya memperkuat dan mendorong agar kesejahteraan petani atau produsen teh rakyat agar semakin sejahtera,” ujarnya.
Dikatakan, untuk Indonesia juga sangat relevan dengan kondisi beberapa negara produsen lainnya. Untuk itu diperlukan beberapa langkah penting sehingga tidak berdampak luas terhadap persoalan teh di dalam negeri. Bahkan, bisa ditemukan sejumlah solusi bersama untuk mengatas berbagai persoalan dalam teh nasional dan global.
“Kalau tidak segera diurus dengan baik maka ini bisa menjadi bumerang dan persoalan semakin kompleks terkait pemberdayaan petani dan produksi teh secara nasional,” tegasnya.
Hal senada juga diakui Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian Bambang bahwa tingkat kesejahteraan petani di Indonesia masih perlu ditingkatkan. Untuk itu, pihaknya mendorong agar kemitraan industri besar dengan para
“Kami terus mendorong agar ada pola kemitraan yang terus dioptimalkan antara industri dan produsen teh,” ujarnya.
Namun, Bambang belum menjelaskan secara rinci terkait upaya-upaya untuk mendorong terwujudnya kemitraan yang memberdayakan para produsen atau pekerja lainnya.
Untuk diketahui, CITS mengadakan workshop pada 2-3 April di Jakarta yang dihadiri delegasi dari delapan negara produsen, antara lain Bangladesh, China, Canada, India, Italia, Kenya, Malawi, New Zealand, dan Sri Lanka. Sedangkan dari Indonesia dari para tenaga ahli teh, Dewan Teh Indonesia, Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung ( PPTK Gambung ), PT RPN, RNI, PTPN, Asosiasi Teh Indonesia ( ATI ), Direktur ETP Indonesia, dan Asosiasi Petani Teh Indonesia ( APTEHINDO ). Workshop CITS ini juga merupakan Preparatory Meeting of the CITS yang hasilnya berupa roadmap atau strategi yang akan dilaporkan oleh delegasi Indonesia kepada Sidang ke 23 IGG on Tea pada 17-20 May 2018 di Hangzhou, China.
Menurut Rachmat, fakta menyebutkan bahwa kontribusi produk teh dari perkebunan teh rakyat mencapai sekitar 60 % dari jumlah teh yang diperdagangkan didunia. Selain itu, ternyata lahan perkebunan teh di dunia ini sekitar 70% dimiliki oleh para petani teh skala kecil (tea smallholders).
Ke depan, kolaborasi yang dibangun juga akan melibatkan negara-negara konsumen untuk bergabung dengan CITS sehingga bisa menjembatani negara penghasil teh (producing countries) dan negara-negara konsumen teh (consuming countries). Selama ini ada saling ketergantungan , saling menguntungkan, serta menciptakan kerja sama yang kuat antara para pemangku kepentingan, termasuk memperkuat daya saing teh terhadap minuman lain. [AF-02]
Be the first to comment