Sinar Mas-Cepsa Siap Operasikan Pabrik Oleokimia US$ 300 Juta

Jakarta, AF – PT Sinarmas Cepsa, perusahaan patungan Sinar Mas Group dan Cepsa, akan mengoperasikan pabrik oleokimia berkapasitas 160 ribu ton per tahun di Dumai, Riau. Pabrik yang menelan investasi US$ 300 juta ini dibangun sejak 2014.

Kepemilikan saham Sinar Mas melalui anak usahanya, Golden Agri, dan Cepsa pada perusahaan itu masing-masing 50%. “Peresmian pabrik ini akan dilakukan 13 September mendatang,” ujar Managing Director Sinar Mas Gandi Sulistiyanto di Jakarta, Selasa (5/9).

Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, pabrik ini sebagian produknya akan ditujukan untuk pasar ekspor. Adapun produk oleokimia yang dihasilkan adalah fatty alcohol. Produk hasil hilirisasi minyak kelapa sawit (CPO) ini digunakan bahan baku industri barang konsumsi.
Fatty alcohol biasanya menjadi bahan baku sabun dan kosmetik. Proyek ini merupakan wujud hilirisasi CPO dan menggunakan bahan baku dari kebun yang sudah memiliki standar Roundtable For Sustainable Palm Oil (RSPO),” kata Panggah.

Dikatakan, saat ini, sebanyak 70% produksi oleokimia nasional dipasok ke pasar ekspor, sedangkan sisanya domestik. Tujuan utama ekspor komoditas ini adalah Asia, Eropa, dan Timur Tengah. “Kapasitas produksi terpasang industri CPO dan turunan nasional sangat besar, sehingga sudah pasti akan diekspor,” ujar Panggah, seperti ditulis ID.

Cepsa adalah unit bisnis perusahaan energi global, International Petroleum Investment Company. Perusahaan ini memiliki departemen petrokimia yang telah terintegerasi dengan bisnis pengolahan minyak, yakni kegiatan manufaktur dan penjualan bahan baku untuk produk-produk plastik dan deterjen daur ulang. Selain di Spanyol, Cepsa beroperasi di sejumlah negara lain, seperti Aljazair, Brasil, Kanada, Kolombia, Kenya, Malaysia, Panama, Peru, Portugal, Suriname, dan Thailand. Cepsa dikendalikan oleh Mubadala Investment Company.

Direktur Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA) Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, saat ini, oleokimia kebanyakan masih diekspor, karena industri hilirnya masih kurang berkembang. Itu sebabnya, dibutuhkan investasi lebih lanjut untuk memperdalam struktur industri turunan.
Fatty alcohol termasuk produk antara (intermediate) dan turunannya bisa sampai 50-100 produk berbeda dengan nilai tambah yang lebih tinggi. Tapi, kita belum sampe ke sana,” kata Sigit. [AF-05]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*