Setahun, Uang dari Sapi dan Telur Ayam di Kab Kupang Capai Rp 117 Miliar

Maurinus W. Gili Tibo

Nusa Tenggara Timur (NTT) pernah menjadi gudang ternak karena era 1960-1980an banyak memasok ternak ke daerah lain. Kini, label tersebut sepertinya sudah kurang tepat lagi, terutama untuk peternakan sapi. Padahal, bisnis peternakan sapi dan ayam selalu mempunyai prospek yang bagus. Tidak saja memberikan manfaat bagi pemilik, tetapi juga memberi efek ganda dalam menyediakan mata pencaharian para pihak yang terkait.  Demikian juga industri pendukung seperti pakan ternak dan pangan olahan. Sebagai penyedia kebutuhan protein hewani, permintaan pada produk hasil ternak seperti daging, susu, telor, dan produk-produk turunannya terus meningkat dari waktu ke waktu.

Seiring dengan peningkatan pendapatan dan taraf hidup, pola konsumsi masyarakat cenderung meningkat. Berdasarkan data BPS, konsumsi protein hewani mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Konsumsi daging meningkat dari 5,058 kg/kapita/tahun pada tahun 2010, meningkat menjadi 5,213 kg/kapita/tahun pada tahun 2014.
Demikian juga dengan telur ayam, konsumsi pada 2010 mencapai 6,726 kg/kapita/tahun, naik menjadi 6,309 kg/kapita/tahun pada 2014. Sedangkan konsumsi susu tercatat 6,361 kg/kapita/tahun pada tahun 2010, meningkat menjadi 7,090 kg/kapita/tahun pada 2014.

Kebutuhan akan protein tidak pernah habis dari waktu ke waktu selama manusia masih ada di dunia ini. Konsumsi protein bagi tubuh itu justru mejadi peluang bisnis dari sektor peternakan untuk meningkatkan pendapatan.

Sebagai salah satu kabupaten di Provinsi NTT, Kabupaten Kupang menempatkan sektor peternakan sebagai leading sector untuk mendongkrak perekonomian masyarakat dan daerah. Dukungan potensi sumberdaya alam memberi andil terhadap kesuksesan sektor peternakan antara lain padang penggembalaan seluas 112.075 ha dan luas hijauan pakan ternak (HPT) 17.569,6 ha.

Dengan jumlah populasi sapi timor sebanyak 586.717 ekor (data tahun 2017), Kabupaten Kupang rutin mengantarpulaukan sapi sampai ke Jakarta, Surabaya (Jatim), Balikpapan (Kaltim), Samarinda (Kaltim), dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Belakangan, transportasi menggunakan fasilitas tol laut yang disediakan pemerintah. Pemerintah daerah senantiasa mendorong agar sektor ini dapat menyerap banyak tenaga kerja. Kenyataanya, tidak mudah mengajak generasi muda yang biasa disebut generasi milenial untuk menggeluti bisnis ini. Sulitnya karena kaum milenial lebih suka lapangan kerja yang praktis dan cepat menghasilkan pendapatan, seperti pada sektor jasa.

Bisa dimaklumi, sektor peternakan dinilai lebih lama menghasilkan income sehingga menjadi kurang seksi. Selain itu, beternak atau dinamika investasi peternakan butuh sabar, tekun, dan tidak mudah menyerah. Di balik kurang seksinya peternakan, ternyata menyimpang peluang bisnis yang cukup besar.

Dari hasil kajian penulis, perputaran uang dari produk daging sapi selama tahun 2017 di Kabupaten Kupang mencapai Rp 2.338.375.500 sedangkan konsumsi telur ayam ras di Kabupaten Kupang selama 2017 mencapai nilai Rp 114.897.859.200. Jadi kalau dijumlahkan kira-kira mencapai Rp 117 miliar. Itupun baru sebatas transaksi jual beli daging sapi dan telur ayam ras selama tahun 2017.

Suatu angka yang menarik untuk dikaji lebih mendalam. Angka tersebut juga bisa menjelaskan banyak hal dan menjadi indikasi ekonomi masyarakat. Pertama, pasar produk peternakan memiliki segmen sendiri, kedua, masyarakat sudah paham akan nilai gizi yang dihasilkan dari produk peternakan untuk memenuhi kebutuhan pangan harian, ketiga, daya beli masyarakat meningkat karena taraf hidup berkembang baik.

Secara hitungan matematis angka diatas mengungkapkan potensi ekonomi untuk membuka lapangan kerja baru dan bersifat dinamis mengikuti pola pertumbuhan jumlah penduduk yang terus meningkat. Gambaran ini harusnya bisa menggugah kalangan profesional untuk melihat potensi yang besar di sektor peternakan. Apapun produk peternakan bisa menjadi sandaran hidup ketika dikelola secara intensif dan sekaligus mengurangi ketergantungan impor. Generasi muda seharusnya lebih jeli melihat prospek peternakan itu dibandingkan kerja instan dalam sektor jasa. Tentu membangun bisnis peternakan tidaklah mudah dan membutuhkan sejumlah prasyaratan, mulai dari modal, lahan, keahlian, hingga berbagai faktor teknis lainnya. Namun, semuanya itu bisa diatasi ketika ada potensi pasar yang besar dan tekad atau niat untuk serius menggeluti bisnis peternakan. Apalagi, NTT pernah punya pengalaman sebagai pemasok ternak. Artinya, nenek moyang masyarakat NTT adalah peternak dan generasi muda seharusnya lebih piawai untuk beternak secara milenial. [agrifood.id@gmail.com]

Maurinus W. Gili Tibo, S.Pt, M.Si
Staf Dinas Peternakan Pemkab Kupang
Pernah mengenyam pendidikan pascasarjana UGM-Yogyakarta.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*