Jakarta – Awal Mei 2018, Kedutaan Besar Cina di Jakarta didemo sejumlah aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) yang menolak pembangunan pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batang Toru. Walhi tidak setuju atas proyek dari PT NSHE (North Sumatra Hydro Energi) itu dibangun dengan pendanaan dari Cina karena dianggap merusak lingkungan. Aksi demonstrasi itu bertepatan dengan kedatangan Perdana Menteri Cina Li Keqiang ke Indonesia.
Dalam aksinya, Selasa (8/5), Walhi menyampaikan surat ke pihak kedubes yang meminta Bank Of China menghentikan pendanaan terhadap pembangunan PLTA Batang Toru Sumatra Utara. Sayang, upaya konfirmasi dari pihak terkait untuk menghentikan dalan itu belum diperoleh.
“PT NSHE akan merusak lingkungan jika membangun PLTA di hamparan hutan primer seluas 1.400 hektare di Batang Toru. Ini harta karun di Sumatra Utara, pembangunan ini harus segera dihentikan,” kata Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Dana Tarigan.
Pembangunan PLTA Batang Toru dengan kapasitas 4×127,5 MW ini berlokasi di Sungai Batang Toru, Desa Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Proyek yang memiliki catchment area seluas 2.405 hektare ini berkontribusi sekitar 15 persen dari beban puncak Sumatera Utara.
Target operasi (commercial operation date/COD) PLTA Batang Toru pada 2022 sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016. Secara teknis, proyek ini berupa tipe Peaker (hanya beroperasi saat terjadi puncak kebutuhan listrik). Konsumsi spesifik bahan bakar mencapai 0,24 liter per kWh dan tinggi jatuh air 276 meter.
Meski masih didesak untuk dihentikan proyek tersebut sepertinya jalan terus. Aksi protes tidak hanya soal deforestasi dan ancaman terhadap orang utan, ada juga protes warga karena ganti rugi atas lahan secara tidak wajar.
Di tengah desakan itu, pimpinan PT NSHE tetap yakin bahwa apa yang dilakukannya sudah memenuhi kaidah dan berbagai prinsip pelestarian lingkungan hidup, terutama hutan, dan menegaskan bahwa deforestasi tidak mengancam orang utan.
Berbagai kegiatan dilakukan untuk memperkuat argumentasi keberlanjutan proyek energi listrik tersebut. Salah satu yang terakhir ketika menyambut Hari Keanekaragaman Hayati Dunia, PT NSHE pun memanfaatkan momentum tersebut untuk menjelaskan proyek PLTA Batang Toru disiapkan dengan pertimbangan mendalam dan menyeluruh, serta kelestarian ekosistem dan keanekaragaman hayati tetap dijaga.
“Proyek PLTA Batang Toru ini dirancang sebagai pembangkit listrik yang irit lahan. Proyek PLTA Batangtoru hanya memerlukan seluas 67,7 hektare lahan yang tergenang, selain itu kami juga akan menggunakan 24 hektar lahan lainnya, yang ada di badan sungai,” ungkap Agus Supriono, Manajer Humas, PT NSHE.
Dikatakan, proyek tersebut berada di lahan berstatus area penggunaan lain (APL), lokasinya pada tebing curam sepanjang sungai yang membentuk cekungan tajam berbentuk huruf V yang akan menjadi titik membangun bendungan. “Dengan demikian kami masih dapat menjaga lahan-lahan lainnya yang tidak kami gunakan, untuk tetap bertahan seperti sediakala,” ujarnya dalam keterangan kepada media.
Dengan lereng yang curam dan terjal, jelas Agus, lahan pertanian menjadi sangat terbatas dan ada alternatif aktivitas ekonomi lain yang bisa ditangani dengan baik. “Keunggulan lain dari lokasi proyek ini adalah kami tidak harus melakukan relokasi pemukiman, karena tidak ada penduduk yang tinggal di sekitar proyek,” ujar Agus.
Sesuai arahan dari IFC Standard, proyek ini juga mengadopsi hirarki mitigasi di mana penghindaran, minimalisasi perubahan bentang alam, migitasi maupun tukar guling (offset) akan diadopsi. Sebuah rencana yang akan diimplementasikan dengan melakukan kolaborasi bersama pihak-pihak terkait di daerah ini.
Saat ini, ada tim yang telah dibentuk dan diberi tanggung jawab untuk mengamati prapembukaan lahan. Tim ini untuk memastikan keamanan dan keselamatan flora dan fauna di lokasi konstruksi PLTA Batang Toru. Apabila ditemukan fauna (satwa liar), tim harus mengupayakan agar fauna tersebut bergeser ke habitat yang lebih aman. Upaya penyelamatan khusus terhadap satwa-satwa yang mempunyai kendala untuk berpindah, misalnya, anak burung yang ditemukan di atas pohon. Bagi flora (tumbuhan) langka, tim bertugas mengumpulkan semai (anakan pohon) atau biji pohon tersebut dan dipelihara di persemaian untuk ditanam kembali (replanting) di lokasi proyek sebagai bentuk pelestarian biodiversitas. Jumlah semai pohon-pohon langka saat ini mencapai sekitar 1.000 semai berupa jenis meranti (meranti kuning, ketuko, keruing bulu/simar haluang) dan jenis yang dilindungi yaitu tengkawang gunung (Shorea lepidota).
Niat baik PT NSHE tersebut perlu diapresiasi tetapi fakta di lapangan biasanya tidak sepenuhnya benar. Ada mekanisme kontrol dan pertanggungjawaban yang tidak hanya dilakukan tim internal atau kalangan yang diajak oleh PT NSHE. Alangkah baiknya, PT NSHE mengajak berbagai pihak independen atau berkompeten dalam secara berkala melihat langsung bahwa yang sudah dilakukan masih atau di luar koridor yang ditetapkan.
Selama tim sejenis verifikasi independen masih dalam kendali PT NSHE, selama itu juga semua pihak yang diajak pasti akan melihat proyek PLTA itu layak untuk dijalankan. Energi, sebagaimana pangan, sangat diperlukan bangsa ini yang diolah dari kekayaan sumber daya alam sendiri menuju kemandirian. Namun, jika konteks tersebut dipahami sebagai peluang investasi semata tanpa pelestarian, maka suatu saat sumber daya alam yang menjadi kekayaan biodeversitas bangsa ini akan hancur. Semoga tidak yang ditunggangi dalam niat baik membangun masyarakat dan bangsa ini. [Tim Agrifood]
Agus,,, sudah berdosa berbohong. Coba jelaskan soal kesalahan penebangan di luar IPKH