
Jakarta, AF – Target pertumbuhan industri petrokimia tahun ini dipangkas dari 5,5% menjadi 5,2%. Hal ini disebabkan rendahnya pertumbuhan semester I-2017 bersamaan dengan turunnya permintaan dari industri pengguna, seperti kemasan dan makanan minuman (mamin).
Sekretaris Jenderal Indonesian Olefin, Aromatic and Plastic Industry Association (Inaplas) Fajar Budiono mengatakan, memasuki paruh kedua 2017, industri plastik hilir mulai menggeliat, setelah terpuruk pada semester I. Ini terihat pada kenaikan impor bahan baku plastik.
Hingga Agustus 2017, Inaplas mencatat, impor polipropilena (PP) dan polietilena (PE) berkisar 700-800 ributon, naik 6-7,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Itu artinya, industri petrokimia hilir mulai memacu produksi. Fajar optimistis pergerakan industri dari hulu ke hilir akan cukup bagus hingga akhir tahun, selama tidak ada kebijakan yang memberatkan industri.
“Kita lihat Oktober dan November. Kalau tren positif bisa bertahan, target pertumbuhan 5,2% bisa tercapai. Dari pantauan kami, industri pengguna mulai ada perbaikan, sedangkan industri petrokimia hilir mengganti mesin yang lebih bagus. Prinsipnya, mamin tumbuh, plastik tumbuh,” kata Fajar seperti ditulis ID, pekan lalu.
Di industri hulu, menurut Fajar, penambahan kapasitas berjalan sesuai perkiraan asosiasi. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) menambah kapasitas produksi dan beroperasi pada 2018 dan 2021. Selain itu, perkembangan investasi PT Lotte Chemical Titan Tbk dan PT Polytama Propindo jalan terus.
Dia menilai, industri hilir tinggal melakukan efisiensi dengan mengganti mesin-mesin lama dengan mesin yang produktivitasnya lebih tinggi.
Sebelumnya, industri kemasan juga memangkas target pertumbuhan omzet 2017 menjadi 6% dari semula 8%. Jadi, omzet tahun ini ditargetkan hanya Rp 84 triliun dari sebelumnya Rp 86 triliun, dibandingkan tahun lalu Rp 80 triliun.
“Koreksi target terpaksa dilakukan setelah melihat kinerja semester I-2017 yang kurang memuaskan. Kami lihat pertumbuhan untuk tahun ini maksimal hanya 6%. Sulit rasanya dengan kondisi sekarang bisa mencapai pertumbuhan 8%,” kata Direktur Pengembangan Bisnis Federasi Pengemasan Indonesia (FPI) Ariana Susanti, belum lama ini.
Ariana menjelaskan, kinerja industri kemasan pada enam bulan pertama 2016 relatif melemah, akibat lesunya permintaan dari industri pengguna. Kondisi tersebut diharapkan tidak berlanjut di paruh kedua tahun ini.
Dia menegaskan, ketergantungan pertumbuhan industri kemasan bergantung pada industri pengguna, sangat tinggi. Akibatnya, jika permintaan dari industri ini menurun, kinerja industri kemasan juga bakal melorot.
Selain permasalahan industri pengguna, menurut dia, industri pengemasan mengalami kesulitan bahan baku untuk kemasan kertas. Saat ini, bahan baku kemasan kertas masih banyak yang ditujukan untuk pasar ekspor. Akibatnya, harganya menjadi fluktuatif karena pasokan dari dalam negeri tidak banyak. [AF-03]
Be the first to comment