Dolar Melemah, Waspadai Harga Tempe dan Tahu

Ilustrasi bungkil kacang kedelai

Bogor – Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terakhir menimbulkan dampak bagi para pengrajin tempe dan tahu. Hal ini karena harga komoditas kedelai impor pun mulai bergerak naik.

Ketua Primer Koperasi Tahu-Tempe Indonesia (Primkopti) Kabupaten Kudus Amar Ma`ruf di Kudus, awal pekan ini menjelaskan kenaikan tersebut ketika nilai tukar rupiah tembus Rp 15.000 per dolar Amerika. Akibat naiknya harga jual kedelai impor tersebut, berdampak pada permintaan kedelai impor menjadi berfluktuasi. Harga jual kedelai impor di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, pekan ini mulai naik menjadi Rp 7.400 per kilogram (kg) dari harga jual sebelumnya sebesar Rp 7.300/kg.

“Jika sebelumnya sempat naik menjadi 17 ton per hari, kini menurun kembali menjadi 15-an ton per harinya,” ujarnya.
Dia menduga para pengrajin tahu maupun kedelai masih melihat kondisi pasar, jika permintaan masih bagus tentunya kapasitas produksinya akan disesuaikan permintaan pasar.

Sementara alternatif kedelai lokal, katanya, masih sepi peminat karena kualitasnya agak menurun, dibandingkan sebelumnya.

Padahal, lanjut Ma’ruf, harga jualnya lebih murah dibandingkan kedelai impor, yakni Rp 7.250 per kilogram. Kedelai lokal yang tersedia saat ini, berasal dari Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati.

Disebutkan, jumlah pengusaha tahu dan tempe di Kabupaten Kudus diperkirakan mencapai 300-an pengusaha yang tersebar di sejumlah kecamatan, seperti Kecamatan Kota, Jekulo, Kaliwungu, Dawe, Bae, Gebog, Undaan, Mejobo, dan Jati.

Kenaikan harga kedelai juga dirasakan oleh para pembuat tempe di Pekanbaru, Riau. Jika sebelumnya harga kedelai beberapa hari yang lalu Rp 385.000/karung kini naik menjadi Rp 400.000/karung. Sementara itu pengusaha tempe enggan menaikkan harga jualnya karena dirasa akan memberatkan pembeli.

Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) menyebutkan ketergantungan impor menyebabkan harga kedelai berangsur naik. Melemahnya nilai tukar rupiah dalam beberapa hari terkhir menimbulkan dampak bagi para pengrajin tempe dan tahu.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian melansir produksi kedelai tertinggi pada 2018 terjadi saat April 2018, sebesar 116.02 ribu ton biji kering dengan luas panen 82.700 hektare. Produksi kedelai dalam negeri lebih sedikit dari kebutuhan konsumsinya. Namun, Kemtan mengklaim produksi dalam negeri sudah mampu memenuhi kebutuhan dua kali lipat dari 17% pada 2017 menjadi 34% pada 2018.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*