Bogor – Kesepahaman tentang konsep keamanan pangan dari berbagai pihak seperti masyarakat, produsen pangan, dan dokter atau ahli gizi sangat diperlukan. Sejalan dengan itu, pemahaman tentang pangan lokal juga harus terus dikenalkan sejak dini kepada anak-anak melalui pelajaran sekolah.
Hal tersebut disampaikan praktisi keamanan pangan Wida Winarno dalam keterangannya baru-baru ini di Bogor, Jawa Barat.
Dikatakan, pemahaman tentang keamanan pangan dan keberadaan pangan lokal tersebut sangat penting bagi anak-anak. Salah satu yang sangat krusial adalah adanya dasar ilmu ketika anak-anak hendak membeli jajanan.
“Anak-anak sedari kecil perlu mendapat pemahaman tentang keamanan pangan sehingga mereka memiliki dasar ilmu ketika akan memutuskan makanan (terutama jajanan) apa yang akan dipilihnya,” ujarnya.
Baca : Dibantu PLN, Warga Garut Olah Limbah Tempe Jadi Gas
Wida memberi contoh, salah satu cara untuk mengenalkan tentang pangan lokal tersebut adalah perlunya mata ajaran khusus sejak sekolah dasar (SD) tentang pangan. Orangtua pun perlu belajar mandiri dan mendapatkan akses tentang informasi yang benar. “Contohnya, tidak semua makanan yang tahan lama mengandung pengawet yang berbahaya dan tidak semua makanan yang segar aman dari cemaran,” jelas Direktur PT Embrio Biotekindo ini.
Dikatakan, kekayaan pangan lokal Indonesia seharusnya lebih diangkat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan pangan di lingkungannya untuk memenuhi gizi. Masyarakat perlu mendapatkan info yang benar tentang potensi lokal, misalnya tempe, daun kelor dan kacang-kacangan dapat menjadi sumber protein.
“Sayuran hijau seperti kangkung, bayam dan daun singkong merupakan sumber vitamin A yang baik untuk mengatasi anemia,” jelasnya.
Baca : Bali Promosikan Produk Kelor, NTT Siapkan 30.000 Bibit
Sebelumnya, Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan Doddy Izwardy mengatakan terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan dengan kadar gula, garam, dan lemak tinggi merupakan faktor yang sangat memengaruhi kondisi kelebihan berat badan atau obesitas.
Doddy mengatakan pola konsumsi masyarakat terhadap makanan cepat saji dan olahan dengan kadar gula, garam dan lemak (GGL) tinggi merupakan tantangan dalam pengendalian obesitas.
“Tantangan terberat yang kita hadapi adalah makanan olahan yang begitu masif, itu yang tidak bisa kita hadapi,” kata Doddy.
Menurut Doddy, saat ini di Indonesia masih lemah dalam hal acuan label pangan yang menginformasikan kandungan GGL tinggi tersebut. Seharusnya, pola konsumsi masyarakat disesuaikan dengan angka kecukupan gizi dan pedoman gizi seimbang. Masyarakat juga dianjurkan untuk membaca label kandungan gizi di setiap makanan olahan saat membelinya agar bisa memahami sebatas mana yang harus dikonsumsi.
“PP-nya sedang diinisiasi oleh BPOM, kami minta BPOM untuk hati-hati dalam memberikan promosi terhadap makanan-makanan yang tidak bergizi baik, bukan tidak sehat tapi tidak bergizi baik,” kata Doddy.
Be the first to comment