Metode Tunel Tingkatkan Kualitas dan Kuantitas Produksi Garam

Laporan Heri SS; Forum Jurnalis Pangan Indonesia (FJPI), kabarpangan.id@gmail.com

CIREBON – Petani garam di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan Madura, Jawa Timur, tengah menghadapi tantangan berat tahun ini akibat kemarau basah. Kondisi cuaca yang berbeda dari biasanya ini menyebabkan proses kristalisasi garam terganggu. Ini mengancam produksi dan menggerus pendapatan para petambak garam di wilayah pesisir tersebut.

Informasi yang dihimpun Agrifood menyebutkan bahwa para petambak di beberapa wilayah pesisir Cirebon, Jawa Barat dan Kabupaten Bangkalan, Madura, mulai mengeluhkan dampak dari kemarau basah tersebut. Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (DP2KP) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, memprediksi produksi garam 2025 bakal merosot drastis. Penyebab utamanya adalah kondisi cuaca yang tak bersahabat.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengumumkan bahwa Indonesia akan menghadapi fenomena kemarau basah selama beberapa bulan ke depan. Fenomena ini ditandai dengan curah hujan yang tetap tinggi meski sudah memasuki musim kemarau. Kondisi tersebut berdampak langsung terhadap proses produksi garam, yang sangat bergantung pada panas matahari untuk mengkristalkan air laut. Kemudian diprediksi juga kemarau yang tak seragam durasinya berpotensi menimbulkan ancaman di berbagai sektor, dari pertanian hingga kesehatan. Produksi garam tradisional sangat terdampak dengan minimnya panas selama musim kemarau.

“Jika pola cuaca ini berlangsung sampai Agustus, dampaknya bisa signifikan. Penurunan produktivitas garam bisa mencapai empat kali lipat dibanding musim normal,” ungkap Edy Wiyono, Pengelola Kesehatan Ikan Ahli Muda DP2KP Bangkalan, Selasa (20/5/2025) seperti dilansir Radar Bangkalan.

Baca : Meningkat, Kebutuhan Garam Industri Mamin 2021 Capai 743.000 Ton

Edy mengungkapkan, situasi serupa pernah terjadi pada 2021. Saat itu, kemarau basah menyebabkan hasil produksi anjlok dan kualitas garam menurun drastis. Saat ini, sejumlah petambak mulai melakukan persiapan di lahan-lahan mereka. Namun, mayoritas belum memulai produksi garam. Menurut Edy, produksi diperkirakan baru bisa berjalan pada awal Juli, dengan catatan cuaca mulai stabil.

“Kalau sampai hujan terus berlanjut hingga akhir Mei, produksi tidak bisa dimulai lebih awal,” katanya.
Tahun ini, DP2KP Bangkalan menargetkan produksi garam sebesar 5.000 ton. Namun, Edy mengaku pesimistis target tersebut bisa tercapai.

Sebagaimana di Madura, laporan Bisnis juga menyebutkan kondisi yang sama dialami beberapa wilayah di Cirebon. Wilayah pesisir teresbut justru diwarnai hujan ringan hingga sedang yang sering turun tanpa menentu. Para petambak garam mengatakan curah hujan yang masih berlangsung di musim kemarau menyebabkan air laut tidak dapat menguap sempurna, sehingga garam sulit mengkristal.

“Sebenarnya musim kemarau ini waktu terbaik kami untuk menghasilkan garam berkualitas. Tapi sekarang air laut susah mengering, garam jadi lama terbentuk dan kualitasnya menurun,” ujar Rohman, petambak garam di Desa Kanci, Kecamatan Astanajapura, Cirebon, Jumat (23/5/2025).

Rohman dan rekan-rekannya sudah mulai merasakan dampaknya. Produksi garam yang biasanya bisa mencapai puluhan ton kini menurun drastis. Tak hanya itu, harga jual pun terancam ikut anjlok akibat kualitas garam yang kurang maksimal. Jika proses kristalisasi terus terganggu, maka para petambak bakal rugi besar dan berdampak pada ekonomi keluarganya yang hanya mengandalkan garam.

Ancaman iklim yang tidak menentu tentu harus dicari solusinya. Berbagai teknologi bisa dimodifikasi untuk menyesuaikan kondisi cuaca yang terus berubah. Demikian halnya dengan produksi garam. Jika ancamannya hujan maka perlu dicari solusi untuk mengatasi hujan tersebut dan tetap mampu berproduksi.

Desa Bungku Lor menjadi lokasi area percontohan produksi garam dengan metode teknologi tunel di Kabupaten Cirebon. Metode ini dikembangkan Koperasi Produsen Kristal Laut Nusantara di atas lahan tambak seluas 12 hektare (ha).

Anwar Kurniawan selaku Ketua Koperasi Produsen Kristal Laut Nusantara, sekaligus pakar teknolog garam mengatakan pembuatan garam sistem tunel tersebut bisa menjadi solusi. Bahkan, bisa meningkatkan kualitas garam menjadi premium dan memenuhi standar industri.
Dikatakan, metode tunel ini bisa memproduksi garam sepanjang tahun. Secara kualitas, sistem tunel tersebut mampu menghasilkan garam dengan kualitas Kw1 Premium. “Umumnya petambak hanya mampu produksi garam Kw3, yang belum banyak dengar adalah Kw1 Premium. Nah salah satu yang kami perjuangkan adalah garam Kw1 Premium,” kata Anwar.

Sistem tunel ini sudah dikembangkan di 38 kabupaten yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Daerah pertama yang sukses ia kembangkan penerapan sistem tunel ini adalah Daerah Istimewa Aceh, yang mendapat dukungan support pembiayaan dari pemerintah provinsi. Belum lama ini, Anwar baru saja mengunjungi Kabupaten Nias Utara untuk mengembangkan garam di pulau Nias tersebut. [AF/FJP]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*