Riset Bioteknologi untuk Tingkatkan Produksi Pangan

Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY Arofa Noor Indriani (kiri) bersama Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) Bambang Purwantara usai menjadi pembicara dalam seminar terkait penerapan bioteknologi pertanian di Yogyakarta.

Yogyakarta, AF – Pemerintah diminta mengembangkan riset bioteknologi dalam meningkatkan produksi pangan. Pemanfaatan bioteknologi merupakan salah satu solusi upaya mencapai kedaulatan pangan di tengah keterbatasan lahan maupun sumber daya air di Indonesia.

Direktur Indonesian Biotechnology Information Centre (IndoBIC) Bambang Purwantara mendukung penuh komitmen pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan. Penggunaan bioteknologi dinilai dapat mendongkrak hasil panen di tengah lahan yang kian sempit.

“Bioteknologi ini yang bisa jadi katalisator (produktivitas pertanian) sebab ketersediaan lahan juga terus berkurang. Satu-satunya jalan teknologinya harus maju,” kata Bambang dalam seminar Penerapan Bioteknologi Pertanian dan Kontribusi bagi Ketahanan Pangan di Indonesia di Yogyakarta, sebagaimana dilansir www.ugm.ac.id awal pekan lalu.

Dikatakan, Indonesia ketinggalan jauh dari tetangga, seperti Vietnam dan Filipina, dalam pengembangan bioteknologi pangan. Padahal, Indonesia mengenal lebih dulu bioteknologi melalui pengembangan bioteknologi kapas transgenik.
“Kita dulu pernah melakukan bioteknologi kapas biji, sudah dimulai dari awal, tapi sekarang mandek. Saat ini sedang dikembangkan tebu lahan kering agar bisa ditanami pada lahan kering di Indonesia timur untuk mengatasi impor gula,” jelasnya.

Selain tebu, benih jagung hasil pengembangan melalui metoda bioteknologi juga banyak diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia. Bahkan, ada daerah yang menggabungkan jagung dan tebu dalam satu lahan.

Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Teknologi itu diharapkan dapat mendongkrak produktivitas pertanian.

Sementara itu, dalam sambutan yang dibacakan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan DIY, Arofa Noor Indriani, Gubernur DIY Sri Sultan HB X secara khusus menyoroti alih fungsi lahan yang membuat 5–100 ribu hektare areal pertanian hilang setiap tahun. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi lebih 237 juta jiwa penduduk, setidaknya dibutuhkan 13 juta lahan padi produktif.

“Namun, lahan padi yang ada saat ini hanya 7,7 juta hektare. Jika dihitung pertambahan penduduk sekitar 1,9 persen tiap tahun, tentu ini akan menjadi masalah sosial pangan kalau tidak segera dicari jalan keluar,” katanya.

Guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Parulian Hutagaol yang hadir dalam forum tersebut menegaskan bahwa kendala lahan yang semakin berkurang dan ketersediaan sumber daya air menjadi persoalan serius.
“Alih fungsi lahan untuk nonpertanian terus meningkat,” kata Parulian. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*