
Jakarta, AF – Peningkatan produksi melalui pendekatan rekayasa genetika tidak perlu dikhawatirkan dan menjadi salah satu solusi masalah pangan. Sebelum sebuah produk rekayasa genetik (PRG) dilepas, pemerintah melakukan sejumlah kajian dengan melibatkan berbagai pakar.
Hal itu dikatakan pakar bioteknologi M Herman yang juga peneliti purnabakti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Kementerian Pertanian dalam diskusi yang digelar CropLife bersama Karsa di Jakarta, akhir pekan lalu.
Sebelum layak dikonsumsi, kata Herman, sebuah PRG sudah melalui tahapan aman lingkungan, aman pakan, dan aman pangan. “Ada sejumlah tahapan yang harus dilalui sebuah produk rekayasa genetik. Sebagai contoh jagung, untuk mendapatkan keunggulannya dilakukan penelitian selama bertahun-tahun dengan melibatkan berbagai pakar. Teknologi jagung tahan hama baru ditemukan pada tahun 1980an dan dinyatakan layak pada 1994, lalu mulai dipasarkan sekitar tahun 1996,” ujar profesor riset ini.
Dia menjelaskan, di Indonesia sudah ada 32 PRG yang siap dikomersilkan, seperti tebu, jagung, kedelai, dan kentang.
M Herman mengatakan pendekatan melalui bioteknologi merupakan pemanfaatan teknologi dan makhluk hidup dalam memperbaiki sifat dan keunggulan tanaman. Dengan bioteknologi menyediakan perangkat pasti yang memungkinkan para peneliti menambahkan sifat atau karakter pada tanaman.
Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kemtan Muhlizar Sarwani mengatakan pemanfaatan teknologi sebenarnya hal yang sudah lumrah dalam bidang pangan. Apalagi, Indonesia mempunyai sejumlah hambatan dalam peningkatan produksi pertanian.
“Apakah selama ini kita belum mengonsumsi produk rekayasa genetik? Bukankah produk-produk tersebut sudah akrab dengan kita,” tanya Muhlizar yang juga hadir dalam diskusi tersebut.
Chairman CropLife Indonesia Midzon Johannis menjelaskan teknologi sangat diperlukan dalam meningkatkan produksi pertanian. Inovasi teknologi tersebut merupakan salah satu misi dari CropLife untuk membantu pelaku produksi pertanian, terutama petani.
Untuk itu, kata dia, sangat penting para petani memanfaatkan bioteknologi untuk meningkatkan hasil pertanian yang dilakukan secara modern. Misalnya, pemuliaan tanaman kultur jaringan, biopestisida, hingga sistem transgenik.
Dia menjelaskan bahwa CropLife juga meningkatkan pengetahuan dan pemahaman petani dalam pengelolaan resistensi pestisida dengan mengetahui cara kerja dan penggunaannya secara efektif. “Kami mendorong pemanfaatan bioteknologi untuk meningkatkan hasil pertanian. Kebutuhan pangan dunia, termasuk Indonesia, harus terus ditingkatkan,” kata Head Of Corporate Affairs Syngenta Indonesia ini. [AF-02]
Be the first to comment