Telantarkan 26 Tahun, PT PGGS dan BPN Dilaporkan ke Komnas HAM

Lahan garam di Kupang, NTT, dalam pemberitaan media nasional.

Jakarta – Pimpinan PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS) dan jajaran Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Kedua pihak itu dinilai telah melanggar sejumlah aturan guna memperpanjang hak guna usaha (HGU) seluas 3.720 hektare (ha) di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pusat Anti Korupsi (Paku) Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) NTT sudah mengajukan pengaduan ke Komnas HAM. Pengaduan itu dilakukan karena diduga adanya tindak pidana korupsi yang merugikan hak asasi masyarakat, khusus hak ekonomi dan sosial.

“Kedua pihak tersebut diduga melakukan sejumlah pelanggaran untuk memperpanjang HGU yang selama ini ditelantarkan oleh PT PGGS,” kata Koordinator Kompak NTT Gabriel Goa di Jakarta, Senin (27/8).

Seperti diketahui, BPN berupaya memperpanjang HGU PT PGGS yang sudah dinyatakan terlantar selama 26 tahun. Lahan seluas 3.720 ha yang awalnya untuk produksi garam itu tersebar di Desa Oebelo, Dsa Bipolo, Desa Nunkurus, Desa Babau, Desa Merdeka di Kecamatan Kupang Tengah dan Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT. Kawasan ini kembali menjadi pusat perhatian setelah pemerintah berupaya menjadikannya sebagai produksi garam.

“Sejak mendapatkan HGU tahun 1992, lahan itu ditelantarkan dan sudah merugikan masyarakat serta pemerintah daerah. Kini diperpanjang lagi, padahal selama ini tidak ada upaya apapun setelah HGU itu diperoleh,” katanya.

Baca : Upsus Pajale Tingkatkan Produksi, Buku ‘NTT Su Bisa’ Diluncurkan

Ada dugaan, kata dia, HGU yang sudah diperoleh dulu hanya untuk mendapat kredit lalu diputar untuk usaha lain. Demikian juga saat ini, izin HGU tersebut bisa jadi untuk alasan mendapatkan kuota impor garam. Pihak PT PGGS yang dikonfirmasi Agrifood.id belum memberikan respons terkait laporan ke Komnas HAM tersebut.

“Izin HGU yang dulu saja menjadi persoalan karena banyak lahan masyarakat dan tanah adat yang dicaplok. Kini, diperpanjang lagi sehingga kami menduga ada yang tidak beres dalam proses perizinan tersebut.

Bupati Kupang Ayub Titu Eki sendiri sudah menolak memberi izin HGU untuk lahan tersebut.
Alasannya karena selama 26 tahun terakhir, perusahaan pemegang HGU menelantarkan lahan dan menjadi salah satu alasan pasifnya perkembangan ekonomi Kupang.

“Lahan garam kita lebih banyak, tapi ada penelantaran sehingga jadinya harus impor,” jelasnya.

Baca : Pabrik Tapioka di Siak-Riau Kekurangan Singkong

Selain Kompak NTT, Paku Undana juga mendorong upaya hukum tersebut dengan menyampaikan sejumlah kajian untuk memperkuat pengaduan tersebut. “Kawan dari Undana juga sudah beberapa kali turun untuk mengumpulkan fakta yang benar. Selain itu, melakukan kajian sehingga mempercepat proses hukum yang ada,” kata Bill Nope yang juga Kepala Paku Undana. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*