Bogor – Indonesia membutuhkan terobosan untuk mengatasi penurunan luas tanaman teh yang terus terjadi. Ekstensifikasi kebun teh dan meningkatkan kualitas produksi tanaman teh merupakan salah satu pendekatan yang sangat mendesak. Hal itu untuk mengantisipasi konsumsi di dalam negeri yang diprediksi akan terus meningkat.
Demikian ditegaskan Iriana Ekasari yang juga pendiri Sila Tea House di Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini.
Iriana juga merupakan mantan Direktur Utama PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) yang cukup banyak bergelut dalam pemasaran teh Indonesia.
Dia menegaskan bahwa konsumsi teh di Indonesia masih tergolong kecil sekitar 0,35 kilogram (kg) per kapita per tahun. Jumlah tersebut sangat jauh dari Sri Lanka yang sudah mencapai 0,65 kg per kapita per tahun dan masyarakat Inggris yang sudah menembus 1,3 kg per kapita per tahun. Konsumsi yang dimaksud adalah kebutuhan pada daun the dan bukan sekadar minuman dalam kemasan.
“Kalau konsumsi Indonesia meningkat dua kali lipat saja, berarti kebutuhan teh juga pasti meningkat,” tegas anggota Dewan Teh Indonesia (DTI) ini.
Baca : Tingkatkan Bisnis Teh, RNI Gandeng PTPN III
Dikatakan, peningkatan produksi juga harus dilakukan karena jumlah masyarakat Indonesia juga akan bertambah. Kalaupun tingkat konsumsi tetap sama, jumlah populasi Indonesia meningkat dari 250 juta menjadi 300 juta dalam waktu dekat. “Ini berarti ada peningkatan secara eksponensial, baik jumlah penduduk maupun tingkat konsumsi yang meningkat,” katanya.
Sayangnya, tegas dia, lahan tanaman teh terus berkurang setiap tahun sehingga perlu ada aturan untuk mempertahankan yang sudah ada. Bahkan, harus ada terobosan untuk perluasan kebun teh baik di tingkatkan perusahaan maupun milik masyarakat.
Baca : 2000 Ha Berkurang Tiap Tahun, Teh Perlu Penanaman Baru
Sebelumnya, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jabar Arief Santosa juga mengeluhkan merosotnya produksi teh di wilayah Jawa Barat. Hal itu karena banyak lahan perkebunan teh di Jabar yang beralih fungsi. Dalam lima tahun ini hampir 2.000 hektare lahan teh yang terkonvensi menjadi lahan non teh.
“Ada yang beralih ke kopi atau menjadi lahan holtikultura lainnya,” ujarnya.
Selain itu, lahan teh berkurang karena produksi teh pucuk sulit bergerak naik. Ditambah lagi dengan biaya pemiliharaannya juga mahal sehingga petani tergiur menanam komoditas lain yang lebih menjanjikan. [AF-03]
Be the first to comment