Jakarta – PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI Persero) menggandeng Holding Perkebunan Nusantara PT Perkebunan Nusantara (PTPN III Persero) untuk memperkuat bisnis teh BUMN tersebut. Kerja sama tersebut mencakup pendampingan perbaikan pabrik teh hijau dan penjualan teh hitam.
Dalam keterangan resmi RNI disebutkan, sinergi itu ditandai penandatanganan nota kesepahaman (MoU) tentang Kerja Sama Pengelolaan Kebun Pangheotan, Kabupaten Bandung Barat, oleh masing-masing anak usaha, yakni PT Mitra Kerinci sebagai anak usaha RNI dan PTPN VIII yang juga anak usaha PTPN III. Penandatanganan MoU dilakukan Direktur PT Mitra Kerinci Yosdian Adi dengan Direktur Utama PTPN VIII Bagya Mulyanto di Jakarta, Senin (30/4), yang disaksikan Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN Wahyu Kuncoro, Direktur Utama RNI B Didik Prasetyo, serta Direktur Utama PTPN III Dolly P Pulungan.
Disebutkan, kerja sama tersebut ditempuh untuk mengatasi lemahnya daya saing teh Indonesia. Mengutip data Kementerian Perdagangan (Kemdag), pada 2017 ekspor teh Indonesia hanya meningkat 1,04%. Karena itu, sebagai upaya peningkatan produktivitas, kualitas, dan efektivitas ongkos produksi, Kementerian BUMN mendorong sinergi BUMN.
Yosdian mengatakan, dengan dukungan alam dan geografis, Indonesia mempunyai potensi besar sebagai negara utama penghasil teh. Namun, upaya penguatan industri teh tidak bisa dikerjakan sendiri. “Kerja sama pengelolaan antara PT Mitra Kerinci dan PTPN VIII di Kebun Pangheotan seluas kurang lebih 2 ribu hektare (ha) dan kebun lainnya diharapkan bisa memberikan perbaikan kinerja bagi kedua belah pihak dan perbaikan kesejahteraan ribuan pemetik teh,” kata Yosdian.
Dia memaparkan, kerja sama tersebut mencakup pendampingan perbaikan pabrik teh hijau dan penjualan teh hitam. RNI menargetkan produksi harian teh sebesar 5-7 ton dengan nilai investasi sebesar Rp 5 miliar dan target penjualan sebesar Rp 300 juta per bulan. “Diharapkan, ini akan menjadi awal dari kerja sama pengembangan teh yang lebih luas lagi,” kata Yosdian.
Sementara itu, Wahyu Kuncoro mengatakan, Kementerian BUMN mendukung sinergi BUMN yang bertujuan untuk membantu terwujudnya program-program pemerintah. Kerja sama itu diharapkan menjadi role model sistem pengelolaan industri teh yang produktif dan efisien. Tantangan utama pengelolaan teh adalah masih tingginya harga pokok produksi (HPP) sebesar Rp 20 ribu per kilogram (kg). Sementara PT Mitra Kerinci berhasi menurunkan HPP menjadi Rp 15 ribu per kg. Keunggulan-keunggulan dari kedua pihak perlu dikembangkan dalam skema kerja sama itu dan diterapkan dalam skala kecil terlebih dahulu.
Didik Prasetyo menambahkan, peluang industri teh dalam negeri untuk bangkit dan bersaing di pasar global masih besar dan terbuka lebar. Pasarnya sangat terbuka, baik dalam negeri maupun internasional. Hal itu sangat kontradiksi dengan penurunan areal dan produktivitas teh Indonesia, di sisi lain situasi tersebut memberikan peluang. “Apalagi, dengan pertumbuhan konsumsi minuman teh dalam kemasan yang bertumbuh hingga mencapai di atas 2,30 juta liter per tahun,” kata Didik. [AF-04]
Be the first to comment