Atasi Gizi Buruk, Industri Perlu Kembangkan Bahan Pangan Lokal

Singkong bisa diolah menjadi banyak produk turunan dan tersebar di seluruh Indonesia.

Singapura, AF – Perusahaan-perusahaan makanan dan minuman didorong untuk membuat penelitian dan pengembangan terkait dengan menggunakan bahan baku pangan lokal dalam produknya. Optimalisasi bahan pangan lokal tersebut juga diharapkan bisa mengatasi persoalan gizi buruk.

Demikian disampaikan penasehat Southeast Asian Ministers of Education Organization-Regional Centre for Food and Nutrition (SEAMEO RECFON) Indonesia Drupadi Dillon dalam sebuah workshop di Singapura, pekan lalu.

Dia menilai penelitian dan pengembangan yang dilakukan para pelaku usaha makanan dan minuman sebaiknya tidak melulu terkait dengan produk apa yang akan diluncurkan. Namun, perlu juga pengembangan bahan baku pangan lokal untuk dijadikan sebagai produk makanan kemasannya.
“R & D (research and development) harusnya bukan memikirkan produk apa,” kata Drupadi.

Dikatakan, bahan baku yang didatangkan dari luar negeri kerap membuat biaya produksi menjadi lebih mahal. Kondisi tersebut kerap membuat masyarakat miskin tidak mampu membeli karena produk yang dihasilkan terlalu mahal. Apalagi, tegas dia, salah satu faktor gizi buruk adalah kemiskinan.

Untuk itu, dia mendorong perusahaan-perusahaan melakukan penelitian dan pengembangan untuk membuat bahan baku produk dari dalam negeri. Salah satu contoh, kata dia , para pelaku usaha bisa melakukan penelitian dan pengembangan mengubah sukun menjadi tepung untuk membuat roti dengan segala macam teknologi pangan. Hal itu bisa dilakukan karena industri memiliki kemampuan secara finansial dibandingkan dengan pemerintah.

Dalam kesempatan itu, dia mengingatkan lagi bahwa pemerintah daerah berperan penting dalam mengatasi gizi buruk yang terjadi di Indonesia, terutama terkait dengan akses. Salah satu penyebab kekurangan atau kelaparan yang terjadi di wilayah Indonesia seperti Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah akses yang buruk untuk mencapai tempat tersebut.

“Lihat saja di NTT (Nusa Tenggara Timur). Orang kelaparan, kayak di Papua, karena aksesnya tidak ada. Dari puskesmas mau pergi ke Asmat, bagaimana caranya,” kata Drupadi seperti ditulis Bisnis.
Oleh karena itu, dia berharap pemerintah daerah mau membangun infrastruktur seperti jalan agar beberapa daerah terpencilnya memiliki akses.

Dia mencontohkan, dirinya pernah menemukan anak sekolah dasar di NTT harus menempuh perjalanan sejauh lima kilometer untuk sampai ke sekolah dengan berjalan kaki. Begitu juga ketika pulang dari sekolah. [AF-04]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*