Jakarta, AF – Kementerian Perindustrian mencatat pertumbuhan industri agro pada kuartal pertama 2017 mencapai 6,3 persen. Salah satu yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah industri makanan dan minuman yang mencapai 8,15 persen.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian Panggah Susanto di Jakarta, akhir pekan lalu mengatakan, pengembangan industri agro sangat ditentukan eksistensi pengelolaan sektor hulu, antara lain dari perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, dan kehutanan.
“Kalau sektor-sektor hulu ini tidak berkembang secara efisien, maka akan mempengaruhi sektor hilirnya juga menjadi tidak efisien. Jadi, tidak bisa berdiri sendiri,” katanya melalui keterangan tertulis pada Kamis (18/5).
Namun, beberapa sektor industri agro nasional juga menghadapi tantangan dari isu negatif di tingkat internasional. Misalnya, resolusi sawit yang dikeluarkan oleh Parlemen Uni Eropa. Lewat resolusi tersebut, parlemen melarang produk sawit asal Indonesia masuk ke Uni Eropa sehingga bisa menghambat kinerja ekspor sawit Indonesia yang terus tumbuh positif.
Dalam perdagangan dunia, sektor industri agro Indonesia dikenal sebagai produsen sawit nomor satu dunia. Nilai ekspor minyak sawit mentah dan turunannya mencapai 20 miliar dolar AS per tahun.
Untuk itu, Panggah menyebut pihaknya akan mengadakan pengkajian mengenai dampak resolusi Uni Eropa terhadap pertumbuhan industri hilirnya di Indonesia. Sebagai langkah antisipasi, dia mengatakan, pemerintah tengah berusaha mencari pasar ekspor biodiesel nonkonvensional seperti Jepang, Cina, India, Malaysia, negara-negara di Timur Tengah serta Asia Tengah dan Utara.
Kemenperin memandang, rencana Parlemen Uni Eropa untuk menghentikan konsumsi biodiesel sawit pada tahun 2020 sebenarnya dapat membawa dampak bagi Uni Eropa sendiri. Sebab, supply biofuel yang paling murah hanya dari minyak sawit.
Be the first to comment