Kawasan Induk Pengolahan Minyak Kelapa Cegah Harga Anjlok

Kelapa yang siap diolah.

Ternate, Agrifood.id – Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah (UKM) Pemprov Maluku Utara (Malut) membangun kawasan induk pengolahan minyak kelapa di Desa Toniku, Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat.

Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Provinsi Malut, Karim Do Soleman di Ternate, Senin (25/3), mengatakan pembangunan kawasan induk pengolahan minyak kelapa merupakan jawaban atas tuntutan masyarakat mengenai anjloknya harga kopra.

Untuk itu, Gubernur Malut menginstruksikan Dinas Koperasi dan UKM menganggarkan pengadaan peralatan-peralatan terkait dengan pengolahan minyak kelapa. Pihaknya telah membentuk enam unit pengolahan minyak kelapa yang tersebar di empat kabupaten, yakni Halmahera Selatan (Halsel), Halmahera Utara (Halut), Pulau Taliabu dan Halbar sebagai induk. “Ada tiga unit di Halut, satu di Taliabu, satu di Bacan, ditambah satu unit di Halbar plus Induknya,” katanya.

Karim mengaku, saat ini anggaran pembelian peralatan sudah diajukan ke Badan Pengelola Keuangan Pendapatan dan Aset Daerah (BPKPAD) sehingga pihaknya hanya menunggu hasil tender yang dilakukan oleh Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) Setda provinsi Malut. “Sudah kita ajukan untuk ditenderkan, jadi kelapa dan rumah untuk mesin sudah dianggarkan. Disamping itu kita juga punya anggaran pembinaan,” katanya.

Dia mengakui, dalam pelaksanaan pengelolaan minyak kelapa ini, kata dia, Pemprov bersinergi dengan Koperasi Rakyat Halmahera, koperasi itu yang akan berhubungan langsung dengan pengusaha minyak kelapa.

Sementara itu, Dinas Pertanian (Distan) Maluku Utara (Malut) juga memprogramkan perbaikan penanganan pascapanen kelapa untuk meningkatkan pendapatan para petani kelapa. “Program perbaikan penanganan pascapanen kelapa itu diantaranya diimplementasikan dalam bentuk bimbingan para petani untuk beralih dari memproduksi kopra hitam menjadi kopra putih,” kata Kepala Distan Malut Idham Umasangaji.

Kopra putih adalah kopra yang proses pengeringannya memanfaatkan panas sinar matahari, sedangkan kopra hitam yang pengeringannya menggunakan proses pengasapan, seperti yang selama ini dilakukan para petani kelapa di Malut.
Menurut dia, seperti ditulis Antara, kopra putih dewasa ini banyak diminati industri yang memanfaatkan bahan baku kopra, baik dalam maupun luar negeri, bahkan sejumlah negara yang menjadi tujuan ekspor Indonesia, seperti India kini hanya membutuhkan kopra putih.

Selain itu, kopra putih harganya di pasaran antarpulau cukup mahal, di Surabaya misalnya saat ini mencapai Rp 8.000/Kg, jauh diatas harga kopra hitam yang hanya Rp 5.000/kg.
Pembuatan kopra putih, menurut Idham Umasangaji, kini mulai dilakukan para petani di Kabupaten Halmahera Utara dan diharapkan diikuti pula oleh petani kelapa di kabupaten lainnya di Malut agar mereka bisa menikmati harga penjualan kopra yang lebih tinggi.

Para petani kelapa di Malut selama ini lebih memilih memproduksi kopra hitam karena prosesnya pengeringannya lebih cepat yakni hanya sekitar 24 jam, sedangkan kopra putih membutuhkan waktu pengeringan minimal tiga hari dan itu pun kalau ada sinar matahari.

Dia menambahkan, dalam program perbaikan penanganan pascapanen kelapa juga mengarahkan para petani untuk memanfaatkan semua produk turunan dari kelapa selain kopra, seperti sabut, tempurung dan air kelapa, karena semuanya bisa diolah menjadi berbagai produk bernilai ekonomi. Para petani kelapa diarahkan pula untuk melakukan peremajaan terhadap tanaman yang berusia tua, karena tanaman kelapa seperti itu selain produksinya semakin menurun, juga untuk pemetikan buahnya membutuhkan biaya yang mahal.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*