Ribuan Karung Garam Tanpa SNI Disita Polda Metro Jaya

Garam Nataga yang diproduksi petambak di Pulau Sabu, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Jakarta, AF – Polda Metro Jaya menyita 3.147 karung garam beryodium tanpa standar nasional Indonesia (SNI) di dua lokasi di Tangerang, Banten, Rabu (9/8). Barang bukti tersebut diamankan karena menyalahi prosedur. Penggunaan atau konsumsi garam tanpa pemeriksaan resmi pihak terkait, sangat berbahaya untuk kesehatan. Produksi garam tanpa SNI itu disinyalir sudah lama beredar.

“Pengungkapan kasus garam beryodium tanpa SNI yang diungkap Polda Metro kali ini masuk dalam kategori kasus menonjol yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro. Petugas mengungkap kasus ini berkat laporan warga dan kerja keras anggota di lapangan,” ujar Kabid Humas Polda Metro Kombes Pol Argo Yuwono kepada SP di Jakarta, Rabu (9/8) pagi.

Menurut Argo, dalam kasus ribuan karung yodium tersebut, pihak perusahaan yang diduga mengelola distribusi atau penyebaran garam terkait, telah diproses. Selanjutnya, didalami siapa pemiliknya. Penyelidikan instensif dilakukan karena garam tersebut oleh pengelolanya sudah terlanjur dipasarkan atau dikonsumsi warga.

Juru bicara Polda Metro ini menambahkan, belum diketahui siapa pemilik atau pihak yang bertanggung jawab. “Anggota mengamankan barang bukti garam yang tanpa SNI itu dan selanjutnya tetap optimal diproses,” kata Argo.

(Baca : Benahi Data Garam, 75.000 Ton Garam Australia Masuk Pekan Ini)

Sementara itu, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menginginkan indikasi adanya mafia atau kartel impor garam harus ditelusuri dengan serius oleh pemerintah karena menggerus tingkat kesejahteraan petambak garam nasional. “Hal ini penting dilakukan sesegera mungkin mengingat impor garam memukul harga garam lokal dan membunuh usaha para petambak garam di Indonesia yang saat ini berjumlah lebih dari 21 ribu orang,” kata Sekjen Kiara Susan Herawati.

Selain itu, ujar dia, impor garam sebanyak 75.000 ton dari Australia yang dilakukan baru-baru ini dinilai mengangkangi Undang-Undang No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam. Melalui UU No. 7/2016, lanjutnya, Pemerintah seharusnya memiliki kemauan politik untuk menghentikan impor garam karena praktik ini berlangsung sejak lama.

Pusat Data dan Informasi Kiara mencatat, setidaknya sejak tahun 1990 impor garam telah dilakukan sebanyak 349.042 ton lebih dengan total nilai 16,97 juta dolar AS. Dia mengecam impor garam terus dilakukan sampai hari ini dengan berlindung di balik kelangkaan stok garam sebagai dampak dari kerusakan iklim dan anomali cuaca. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*