Jakarta, Agrifood.id – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPM) Penny Lukito mengatakan sebagian besar temuan BPOM untuk pangan jajanan berbuka puasa (takjil) di berbagai kota di Indonesia hingga pertengahan Ramadan tahun ini dicampur bahan berbahaya formalin.
Dalam jumpa persnya di Jakarta, Senin, Penny mengatakan dari hasil intensifikasi BPOM terhadap bahan berbahaya yang banyak disalahgunakan pada pangan yaitu formalin 39,29 persen, boraks (32,14 persen) dan rhodamin B (28,57 persen).
Dia mengatakan prosentase itu diambil dari 2.804 sampel yang diperiksa oleh petugas BPOM di berbagai kota di Indonesia.
Sementara itu, kata dia, terdapat 83 sampel atau 2,96 persen pangan takjil tidak memenuhi syarat (TMS). TMS itu dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu agar-agar, minuman berwarna, mie dan kudapan.
Penny mengatakan apabila dibandingkan dengan data intensifikasi pangan pada 2018, tahun ini terjadi penurunan persentase produk takjil yang TMS. Pada pelaksanaan intensifikasi tahap III tahun 2018, kata dia, sampel yang tidak memenuhi syarat sebesar 5,34 persen.
“Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan pemahaman pedagang takjil yang kebanyakan merupakan ibu rumah tangga terhadap keamanan pangan semakin meningkat,” katanya.
Penny mengatakan hal itu tidak terlepas dari upaya BPOM bersama kementerian dan lembaga terkait yang gencar melakukan sosialisasi serta komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat dan pelaku usaha.
Sementara itu, pelanggaran yang ditemukan BPOM adalah perubahan tanggal kadaluwarsa menjadi menjadi baru. Salah satunya dilakukan pada kopi merek Pak Belalang.
“Hasil penelusuran terhadap produk kopi Pak Belalang ini menunjukkan pelaku melakukan setidaknya tiga pelanggaran,” kata Penny.
Dia mengatakan pengubahan tanggal kadaluwarsa merupakan pelanggaran pertama. Secara umum, pengubahan itu termasuk kategori mengubah label produk tidak sesuai dengan yang disetujui oleh BPOM.
Pelanggaran berikutnya, kata dia, kopi diimpor dari luar negeri tanpa memiliki Surat Keterangan Impor (SKI) dari BPOM.
Terakhir, kata dia, produsen mencantumkan tulisan “Rajanya Kopi Nusantara” padahal produk berisi material impor. Tindakan tersebut dapat merusak citra kopi dalam negeri. [Ant/AF-5]
agrifood.id // agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment