Akuisisi PT Gita, Trisula Masuk Bisnis Makanan Ringan

Sejumlah merek fashion dan produk PT Trisula International Tbk

Jakarta, AF – Prospek bisnis makanan ternyata masih memiliki potensi menjanjikan. Hal ini pula dilakukan PT Trisula International Tbk (TRIS) yang menggarap bisnis makanan ringan. Pada akhir April 2017, perusahaan yang bergerak di bidang garmen, furnitur, dan ritel ini resmi meneken kesepakatan atau memorandum of understanding (MoU) dengan PT Gita, produsen makanan ringan asal Solo, Jawa Tengah.

Direktur Utama PT TRIS Santoso Widjojo menjelaskan, bisnis makanan ringan, terutama fast moving consumer goods (FMCG), merupakan bisnis yang paling pas buat pengembangan usaha. PT Gita dinilai memiliki pengalaman mumpuni dalam bidang makanan ringan. Selain itu, karakter dan chemistry antara Trisula dan Gita menjadi faktor utama kerja sama tersebut. “Setelah melakukan telaah terhadap beberapa perusahaan makanan ringan, kami akhirnya cocok dengan Gita,” ujar Santoso.

Trisula sudah memiliki bisnis garmen yang cukup berkembang, dengan merek seperti JOBB dan G2000. Selain itu, ada lini bisnis seragam (uniform). Di luar bisnis garmen, Grup Trisula juga memiliki divisi properti, bahan tekstil, dan furnitur. Bahkan, anak usaha Trisula yang punya produk furnitur merek Chitose (PT Chitose Indonesia) sudah menjadi perusahaan terbuka.

Adapun produk PT Gita sudah tersebar secara nasional. Perusahaan ini merupakan pemasok utama makanan ringan dan kebanyakan tidak mengusung merek Gita. Produknya masuk di sejumlah ritel modern, khususnya di jaringan gerai minimarket. Sebagian besar produk PT Gita, perusahaan milik keluarga Iwan Santoso ini, menggunakan house brand, seperti merek Indomaret atau Alfamart. “Mereka sudah skala nasional dan sudah masuk ritel modern. Tapi, kelasnya belum sebesar perusahaan Mayora atau Unilever,” kata Santoso, seperti ditulis Kontan.

Nilai akuisisi yang disepakati oleh Trisula dan Gita tergolong besar, yakni Rp 60 miliar. Saat ini, uang muka sebesar Rp 30 miliar sudah dikucurkan. Dana itu akan digunakan untuk memperkuat utilisasi produksi Gita. Pasalnya, Trisula menilai, utilisasi Gita masih tergolong rendah, yaitu masih sekitar 30% sampai 40%. Dana dari Trisula akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk, merek, promosi, cara menjual, serta memperkuat supply chain.

Santoso menegaskan, sejatinya proses masuknya Trisula dalam Gita bukan akuisisi dalam arti pencaplokan secara penuh. Sebab, porsi kepemilikan Gita masih di atas 50%, sementara Trisula sendiri hanya di kisaran 40%. Namun, karena Trisula merupakan single majority investor, Gita bisa dikonsolidasikan dalam laporan keuangan Trisula.
Adapun finalisasi proses akuisisi ini, menurut Santoso, ditargetkan rampung pada Juni 2017. Pada tahap awal, Trisula tidak mematok target kontribusi fantastis dari lini baru ini. Tahun 2017 ini, kontribusi Gita terhadap total pendapatan Trisula masih di bawah 10%. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*