APBS Terus Menyuarakan Keluhan Ratusan Peternak Babi Sikka

Maumere, Agrifood.id – Asosiasi Peternak Babi Sikka (APBS) terus mencari solusi bagi para peternak babi di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Ribuan peternak terpuruk setelah dua tahun terserang wabah flu babi Afrika (African Swine Fever/ASF).

“Kalau yang bernaung dalam APBS sih mencapai 300-an peternak, tetapi sebenarnya ada ribuan peternak babi di Sikka yang perlu mendapatkan pertolongan dalam segala aspek. Kami mulai dari peternak-peternak yang sudah menjadi anggota,” kata Ketua APBS Gabriel Arimatea kepada KatongNTT belum lama ini.

Dia menjelaskan, umumnya peternak babi di Sikka memelihara 3-10 ekor sehingga bisa dikategorikan dalam skala mikro dan skala kecil. Ada beberapa dalam skala menengah dan memakai cara-cara intensif.
“Ternak babi itu adalah tabungan masyarakat sehingga sangat diperlukan ketika membutuhkannya. Selain kepada pemerintah, kami sangat berharap pihak-pihak terkait lainnya bisa membantu peternak. Selama ini, babi merupakan salah satu penopang ekonomi warga,” ujarnya.

Untuk itu, APBS mendorong pemerintah dan kelompok masyarakat untuk membantu benih, modal, dan cara-cara ternak yang murah dan efisien. “Pendampingan soal pola ternak yang bersih dengan biosekuriti yang ketat itu harus terus dilakukan sehingga serangan wabah tidak terulang lagi,” tegasnya.

Pada Mei lalu, data Dinas Pertanian setempat menyebutkan ternak babi yang tersisa hanya 10 persen saja dari 70 ribu ekor babi di Kabupaten Sikka. Masyarakat dan peternak babi sangat terpukul karena hewan babi bagi warga Sikka mempunyai nilai ekonomi, sosial dan budaya. “Akibatnya masyarakat saat ini menjadi kesulitan mendapatkan babi saat ini. Meskipun mereka mendapatkan babi dengan harga yang mahal sekali,” jelasnya.

Secara terpisah, Kornelis Soge yang juga pendamping masyarakat desa di Sikka mengatakan intervensi dari pemerintah dan pihak lain sangat diperlukan untuk menghidupkan kembali aktivitas beternak. “Masyarakat di pedesaan saat ini sangat berharap adanya program pemberdayaan dan pendampingan berkelanjutan melalui ternak babi. Mereka sangat berharap bisa bangkit dalam keterpurukan saat ini,” tegasnya.

Sebelumnya, Gubernur NTT Viktor Laiskodat meminta pimpinan dinas teknis dari pertanian dan peternakan agar berkolaborasi dengan para pihak terkait untuk menyiapkan usulan pembangunan laboratorium kesehatan (Labkes) hewan. Provinsi NTT sangat membutuhkan laboratorium kesehatan hewan untuk membantu penanganan serangan virus ASF. Virus mematikan tersebut pertama kali masuk ke Provinsi NTT dari Timor Leste pada akhir 2019.
Dinas Peternakan Provinsi NTT mencatat serangan virus ASF mengakibatkan kematian pada ternak babi di NTT mencapai 23.568 ekor hingga Juli 2020. Jumlah diperkirakan sudah meningkat beberapa kali lipat hingga September 2021. [AF-03] agrifood.id@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*