Depok, Agrifood.id – Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) RI perlu mengatur pelabelan BPA atau Bisphenol A dalam kemasan pangan, termasuk air minum dalam kemasan (AMDK) berbahan plastik polikarbonat dan kemasan pangan lainnya. Hal ini untuk melindungi kesehatan masyarakat dari ancaman senyawa BPA yang digunakan untuk membuat kemasan plastik agar tetap keras dan tidak mudah hancur.
Hal ini terungkap dalam Dialog Publik yang diselenggarakan secara virtual dengan tema “Urgensi Regulasi pelabelan BPA dalam Kemasan Pangan” yang digelar oleh Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI).
Pentingnya regulasi Pelabelan BPA, menurut peneliti dan Akademisi FIA UI Ima Mayasari, dilandasi pada aspek perlindungan konsumen. Berdasarkan bukti-bukti ilmiah, informasi yang tersedia pada pangan olahan seyogyanya mendukung keamanan terhadap BPA pada kemasan pangan.
“Bahaya mengenai toksisitas BPA yang dapat berpindah dari kemasan pangan ke makanan atau minuman, menjadi pertimbangan mengenai urgensi regulasi pelabelan ini,” kata Ima dalam siaran persnya, Senin (8/11/2021).
Ima mendorong pemerintah mengambil langkah untuk menyusun regulasi yang mampu mengharmonisasikan regulasi terkait kemasan pangan baik hulu oleh Badan POM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Bappenas/Kementerian PPN, dan hilir melalui UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, dan UU No 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana diubah dengan UU Nomor 35 tahun 2014 yang memberikan penekanan pada aspek kemanfaatan untuk melindungi Kesehatan masyarakat.
Baca : Sektor Makanan dan Minuman Penopang Industri Kemasan Plastik
Dia juga merekomendasikan Badan POM untuk melakukan perubahan terhadap Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan. Selain itu, Ima juga mendorong pemerintah melakukan penyesuaian dan perubahan terhadap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24.M-IND/PER/2/2010 tentang pencantuman Logo Tara Pangan, dan Kode Daur Ulang pada kemasan dari plastik dan peraturan lainnya serta Standar Nasional Indonesia (SNI) agar selaras dengan peraturan yang dibuat oleh kementerian/lembaga lainnya.
“Pemerintah dan BPOM melakukan edukasi dan sosialisasi sebagai bentuk penyadaran masyarakat terhadap bahaya BPA diiringi dengan kegiatan monitoring evaluasi secara berkala sehingga penyimpangannya dapat segera diiketahui dan diatasi,” paparnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan POM Rita Endang mengatakan Badan POM saat ini masih terus melakukan review standar dan peraturan bersama dengan pakar air, pakar polimer plastik, dan pakar keamanan pangan dan kementerian/lembaga terkait, termasuk standar kemasan dan label AMDK.
Menurut Rita, Badan POM juga sedang menyusun policy brief pengkajian risiko BPA dalam AMDK yang meliputi, batas migrasi BPA pada Kemasan Galon Polikarbonat tetap 0,6 bpj.
“BPOM dalam menetapkan kebijakan dan regulasi mengedepankan perlindungan kesehatan masyarakat, dinamika regulasi negara lain dan mempertimbangkan Regulatory Impact Assesment (RIA) seperti kesiapan industri pangan serta dampak ekonomi,” ujar Rita. [AF-04] agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment