Harga Kakao Naik, Kalla Group Jalin Kemitraan di Konawe Utara

Salah satu petani tengah memanen kakao.

Kendari – Kebutuhan bahan baku kakao oleh industri pengolahan di dalam negeri terus meningkat. Pada saat bersamaan, harga kakao dunia terus merangkak naik sehingga dikhawatirkan berdampak pada kinerja industri. Potensi bisnis perkebunan kakao yang menjanjikan ini juga mendorong minat PT Kakao Kalla Group untuk menjalin kemitraan dengan Pemerintah Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara.

Wakil Bupati Konawe Utara Raup awal pekan ini mengatakan Kalla Group membutuhkan lahan minimal 200 hektare untuk menjamin produksi industri kakao berkelanjutan.
“Konawe Utara memiliki lahan yang cukup dan potensi kesuburan yang tinggi sehingga merespon permintaan atau harapan Kalla Group untuk menyiapkan lahan seluas 200 hektare,” kata Raup seperti ditulis Antara.

Kalla Group membutuhkan bahan baku kakao 30 ton atau lebih per bulan, sehingga diperlukan perluasan lahan produksi dan lahan cadangan yang berkelanjutan. Masyarakat petani Konawe Utara juga cukup familiar dengan tanaman kakao sehingga tidak sulit melibatkan mereka (petani) untuk perluasan perkebunan kakao. Justru yang menjadi masalah bagi petani adalah pemasaran yang tidak pasti sehingga cenderung beralih ke kegiatan komoditi pertanian lain, seperti jagung.

Kehadiran Kakao Kalla Group membuka peluang baru bagi petani karena kendala permodalan dapat diatasi dengan memanfaatkan fasilitas kredit usaha rakyat (KUR) melalui Bank BNI 46.

Sementara itu, harga kakao dunia cenderung bergerak naik dalam beberapa waktu terakhir mencapai US$ 2.673,94 per ton atau sekitar Rp 28.000 per kilogram (kg). Kenaikan tersebut cukup drastis sejak sejak akhir Maret lalu yang berkisar Rp 18.000-Rp 20.000 per kg.

Arief Zamroni yang juga Ketua Asosiasi Petani Kakao Indonesia (APKAI) mengatakan naiknya harga kakao itu diharapkan bisa berdampak pada petani sebagai produsen. Namun, kondisi tersebut tidak setiap saat terjadi dan dirasakan oleh petani.

Diperkirakan, kenaikan tersebut disebabkan berkurangnya stok kakao dunia karena stok dari Pantai Gading dan Ghana sudah menipis. Di sisi lain, permintaan dari ndustri pengolahan kakao terus bertambah sehingga tidak heran jika Indonesia pun terpaksa impor.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) impor kakao Indonesia pada periode Januari hingga Maret 2018 mencapai 81.330 ton. Angka ini naik 32,64% dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar 61.313 ton. Sebaliknya, ekspor kakao Indonesia pada kuartal I-2018 naik 18,48% dibandingkan tahun sebelumnya. Ekspor kakao periode Januari hingga Maret 2018 sebesar 99.235 ton sementara tahun sebelumnya 83.757 ton. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*