Berbasis Kearifan Lokal, Herbal Indonesia Perlu Sentuhan Teknologi

Peserta dan nara sumber dalam seminar Swiss German University.

Bogor  – Potensi produk herbal dan jamu di Indonesia sangat besar serta memiliki basis kearifan lokal (budaya) dalam masyarakat Indonesia. Hal ini merupakan keunggulan jika dibandingkan dengan produk sejenis dari negara lain. Namun, perlu mendapatkan dukungan teknologi dan uji klinis sehingga memiliki pendekatan secara ilmiah.

Demikian disampaikan Advance Research Manager PT Martina Berto, Tbk Fransiska Devi Junardy ketika berbicara seminar tentang herbal Indonesia di Swiss German University (SGU), Tangerang, Banten, Kamis (26/4). Hadir juga pembicara dalam seminar tersebut diantaranya Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof Dr Enny Sudarmonowati dan Direktur Standarisasi Produk Pangan BPOM Drs Tepy Usia, Apr, MPhil, PhD.

Fransiska menjelaskan potensi herbal dan jamu yang berbasis kearifan lokal tersebut menjadi keunggulan dibandingkan dengan negara lain, terutama dari Amerika Serikat dan Eropa. Hal itu menyebabkan produk dari Indonesia merupakan produk asli dan memiliki story telling yang justru tidak banyak dimiliki oleh negara lain.

“Ada beberapa yang dimiliki negara lain, tetapi tidak sebanyak di Indonesia. Produk kita itu pasti asli, berbasis kearifan lokal sehingga memiliki story telling sebagai bukti sejarah yang sudah digunakan masyarakat sejak dahulu kala,” ujarnya.

Untuk itu, berbagai produk asli Indonesia itu harus didukung dengan pendekatan ilmu dan teknologi sehingga ada pengakuan secara ilmiah. “Beberapa produk dari negara lain itu mempunyai basis science tetapi tanpa kearifan lokal sehingga tidak identitas asli dan tidak mempunyai story telling. Oleh karena itu local wisdom dan science harus jadi satu dan beiringan sehingga menghasilkan produk dan inovasi yang berkualitas,” tegasnya.

Dalam sesi sebelumnya, Enny Sudarmonowati menegaskan bahwa belum banyak produk herbal yang teruji klinis. Padahal, ada banyak sekali kajian ilmiah mengenai herbal dan pemanfaatannya. Namun, hanya 21 produk yang teruji klinis atau disebut fitofarmaka.
Dia menegaskan bahwa upaya untuk menopang produk herbal tersebut harus segera dilakukan karena Indonesia memiliki ribuan spesies tumbuhan yang berpotensi untuk dikembangkan.

Sementara itu, Wakil Direktur Riset SGU Kholis A Audah mengatakan salah satu upaya untuk menopang tersebut adalah mengembangkan extract library atau semacam perpustakaan yang akan memberikaan banyak informasi terkait obat-obatan tradisional. Pusat informasi tersebut akan menyediakan berbagai hal sehingga memungkinkan pengembangan lebih lanjut oleh dunia industri atau pihak swasta. Apalagi, obat herbal lebih alami dan mampu untuk menyembuhkan beberapa penyakit.

“Salah satu cara yang mungkin adalah melakukan penyaringan molekuler untuk mendapatkan senyawa aktif dan atau ekstrak dari berbagai tanaman dan atau sumbersumber lain dengan potensi medis,” ujar alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) ini.
Seperti diketahui, SGU juga sudah membentuk konsorsium dengan IPB, Pusat Penelitian Kimia LIPI, Universitas Lampung, dan Universitas Esa Unggul dalam membangun extract library Indonesia tersebut. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*