Jakarta – Sekalipun terus menurun, Indonesia masih sangat tergantung dengan singkong impor. Impor tepung singkong selama 2018 diperkirakan mencapai 500 ribu ton untuk memenuhi kebutuhan industri.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan kebutuhan komoditas singkong untuk industri umum dan pangan nasional masih sangat besar.
“Kebutuhan singkong di dalam negeri ini sangat besar dan perlu perhatian yang lebih dari semua pihak. Untuk tahap awal, perlu didukung dengan data yang lebih rinci sehingga keijakannya juga tepat,” kata Ketua Komite Tetap Ketahanan Pangan Kadin Indonesia Franciscus Welirang dalam diskusi yang digelar Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) di Jakarta, Rabu (12/12).
Dikatakan, impor produk turunan singkong terus menurun tetapi masih cukup tinggi. Pada 2012, impor singkong pernah mencapai sekitar satu juta ton. Kemudian pada 2016 sekitar 940 ribu ton, 2017 sekitar 740 ribu ton. Sedangkan sepanjang Januari hingga September tercatat sudah impor sekitar 200-300 ribu ton. Hingga akhir tahun, impor singkong kemungkinan bisa mencapai sekitar 400-500 ribu ton.
Franciscus memaparkan singkong adalah komoditas yang terbagi atas dua kebutuhan yaitu untuk kebutuhan industri umum dan satu lagi adalah kebutuhan untuk industri pangan. Untuk kebutuhan umum, singkong dibutuhkan untuk industri kertas, industri tekstil, industri kayu lapis, serta untuk industri bioetanol di sektor energi. Sementara untuk kebutuhan pangan bisa beragam jenis, seperti untuk bahan pemanis, bahan makanan penganan ringan baik dalam bentuk keripik atau kue, hingga bahan komposit yang dibutuhkan untuk produksi mie.
Ketua MSI Suharyo Husen mengungkapkan, impor produk olahan singkong dari Vietnam dan Thailand karena harganya lebih bersaing dibanding olahan pabrik dalam negeri. Impor tersebut menyebabkan industri tapioka di dalam negeri berhenti beroperasi. Untuk itu, MSI mendorong berbagai pihak dalam meningkatkan produksi dan para pelaku industri tingkat menengah juga diberikan insentif sehingga singkong dan produk turunannya bisa dijual lebih kompetitif.
Hindarta Rusi yang juga pimpinan PT Sei Balai Green Energy mengatakan kebutuhan singkong dan olahannya masih sangat besar di Indonesia. Seiring dengan itu, potensi untuk mengembangkan singkong juga masih sangat terbuka lebar. Apalagi, singkong sebenarnya sudah akrab dengan masyarakat dan mudah dibudidayakan.
“Kami mengolah singkong untuk kebutuhan industri kertas sehingga membutuhkan pasokan singkong yang rutin dalam jumlah yang cukup besar. Untuk itu, kami bersama para petani di Sumatera Utara mulai merintis usaha untuk memasok bahan baku singkong tersebut,” jelasnya. [AF-03]
agrifood.id || agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment