Jakarta, Agrifood.id – Industri biodiesel nasional bersiap untuk menambah investasi seiring dengan peningkatan permintaan pasar domestik terkait perluasan penggunaan biodiesel 20 persen (B20) dan tren penggunaan biodiesel di sejumlah negara, khususnya di ASEAN.
“Kami diajak Malaysia untuk mendukung mereka mengimplementasikan B20 pada 2020,” kata Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan di Jakarta, Rabu (6/2).
Tidak hanya Malaysia, kata dia, Thailand juga akan menerapkan biodiesel 5 persen atau B5, yang bisa menjadi peluang pasar baru bagi industri biodiesel Indonesia.
Selain itu, lanjut Paulus, ada wacana mempercepat penggunaan B30 tahun ini, atau setidaknya pada triwulan IV 2019. Kalau itu terjadi, kata dia, beberapa industri biodiesel nasional harus meningkatkan mutu sesuai dengan SNI yang diterapkan.
“Mudah-mudahan dalam uji coba, uji jalan B30 nanti, para perusahaan tidak perlu melakukan perbaikan. Kalau harus improve artinya harus ada investasi,” kata Paulus.
Selain itu, bila B30 dilaksanakan maka akan dibutuhkan 9-10 juta kilo liter biodiesel, sementara kapasitas terpasang industri biodiesel nasional saat ini 12 juta kilo liter.
“Sudah pasti kapasitas pabrik kurang, bila digabungkan dengan kebutuhan pasar ekspor,” katanya.
Belum lagi, ia menyebut, ada peluang dari rencana penggunaan green diesel. Bila percobaannya berhasil, kata Paulus, maka maka juga dibutuhkan investasi untuk pabrik katalisnya.
Oleh karena itu, industri biodiesel nasional tidak terlalu ambil pusing dengan ancaman tuduhan subsidi dari Uni Eropa atas biodiesel Indonesia.
Namun, kata dia, ada peluang pasar lain yang besar seperti China dan India. Paulus menyebut bisa jadi industri biodiesel Indonesia meninggalkan pasar eropa yang potensi gangguannya besar.
Pada 2018 ekspor biodiesel Indonesia melonjak 851 persen dari 164 ribu ton pada 2017 menjadi 1,56 juta ton. Sementara akibat penggunaan wajib B20 pada 1 September hingga akhir Desember permintaan biodiesel domestik naik 72 persen dari 2,2 juta ton pada 2017 menjadi 3,8 juta ton pada 2018.
Sementara itu, ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) diperkirakan tetap tumbuh 4-5 persen pada 2019, meski permintaan komoditas itu dipastikan meningkat seiring dengan program Biodiesel 20 (B20).
Perkiraan itu dikemukakan Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Dia memperkirakan kontribusi ekspor CPO dan turunannya masih dominan dibandingkan penyerapan pasar dalam negeri.
“Kalau dalam negeri meningkat signifikan, paling ekspornya berkurang,” kata Joko.
Ia juga memperkirakan kenaikan produksi CPO pada 2019 tidak sebesar 2018 yang mencapai lebih dari empat juta ton dari sekitar 38 juta ton pada 2017 menjadi sekitar 43 juta ton pada 2018. “Produksi normal naik 1,5 juta sampai dua juta ton per tahun,” kata Joko. [AF-04]
agrifood.id // agrifood.id@gmail.com
Be the first to comment