Investasi Industri Mamin Semester I Naik 25%

Logo Gapmmi

Jakarta, AF – Prospek pasar domestik masih sangat menjanjikan. Nilai investasi industri makanan dan minuman (mamin) olahan semester I-2017 mencapai Rp 37,36 triliun, naik 25,41% dibanding periode sama tahun lalu Rp 29,79 triliun. Peningkatan investasi terjadi dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA).

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan kenaikan investasi terjadi justru saat penjualan mamin semester I lalu turun. Investasi yang masuk ke sektor mamin pada paruh pertama tahun ini mencakup perluasan kapasitas pabrik dan pembangunan pabrik baru.

“Ini indikasi investor percaya sektor makanan masih prospektif, apalagi pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang agresif,” katanya, Kamis (27/7).

Menurut Adhi, pasar domestik Indonesia masih sangat menjanjikan dan ini menarik perhatian investor. Jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta orang merupakan pasar yang menggiurkan bagi produk makanan. Kondisi ini menyebabkan sektor mamin menjadi yang terbesar kedua setelah pertambangan.

Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dirilis Rabu (26/7), realisasi investasi yang masuk ke sektor mamin sepanjang Januari-Juni 2017 mencapai R 37,36 triliun. Sebanyak Rp 21,64 triliun berupa PMDN dengan 887 proyek, dan US$ 1,18 miliar atau sekitar Rp 15,73 triliun dalam bentuk PMA dengan 1.203 proyek.

Investasi sektor ini masih menduduki peringkat teratas untuk PMDN mengalahkan sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi yang sebanyak Rp 20,55 triliun, dan sektor pertambangan Rp 15,54 triliun. Sementara itu untuk PMA, sektor mamin menduduki urutan kelima terbesar di bawah sektor pertambangan; industri logam dasar, barang logam, mesin, dan elektronik; industri listri, gas, dan air; serta industri kimia dasar, barang kimia, dan farmasi.

Adhi mengungkapkan, investasi yang masuk masih lebih banyak di hilir dan untuk skala menengah, sekitar Rp 18 miliar per investasi. “Ini lebih ke hilir seperti pengembangan produk-produk siap makan,” terang dia kepada ID.

Padahal, kata dia, investasi di hulu dan antara juga sangat dibutuhkkan untuk mengurangi ketergantungan impor terhadap bahan baku makanan. “Impor kita selama ini besar untuk bahan baku makanan. Bukan karena kita tidak mau pakai produk dalam negeri, tetapi karena memang tidak tersedia. Makanya kita sebetulnya mendorong investasi di hulu,” jelas Adhi.

Dia berharap, pemerintah lebih agresif untuk mengundang investor masuk ke sektor makanan, terutama di hulu. Sekalipun tidak mudah karena investasi sektor hulu harus besar, bbutuh lahan luas, dan perlu ada insentif keuangan lainnya, “Ini untuk mengurangi ketergantungan impor dan memastikan ketersediaan bahan baku di dalam negeri. Peluang pasarnya masih sangat besar,” ujar dia. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*