
London, AF – Persoalan gizi hampir melanda setiap negara, baik yang kegemukan karena terlalu banyak makan atau kekurangan gizi akibat kurang makanan. Ratusan ribu bahkan jutaan anak-anak di beberapa negara yang dilanda konflik atau krisis kekurangan gizi, sebaliknya ada beberapa negara maju yang juga kelimpungan dengan kondisi kelebihan gizi sehingga membuat kegemukan.
Pertengahan Oktober lalu, ketika menyambut Hari Kegemukan Dunia, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Imperial College London melaporkan bahwa populasi anak-anak dan remaja yang kegemukan telah naik 10 kali lipat dalam empat dasawarsa terakhir. Kondisi tersebut telah menjadi krisis kesehatan global yang mengancam akan bertambah parah kecuali tindakan drastis dilakukan. Badan kesehatan dunia tersebut menganalisis ukuran berat dan tinggi dari hampir 130 juta orang yang berusia di atas lima tahun.
Kali ini, Laporan Gizi Dunia, yang meneliti 140 negara, menyebutkan bahwa masalah tersebut menghambat perkembangan manusia secara keseluruhan. Untuk itu, perlu perubahan tajam dalam menanggapi ancaman kesehatan itu. Upaya menekan kekurangan gizi terus dilakukan, namun tidak cukup cepat untuk memenuhi Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG), yang disepakati secara internasional untuk mengakhiri semua bentuk kekurangan gizi pada 2030.
Lebih dari 155 juta anak berusia di bawah lima tahun mengalami kekurangan gizi dan 52 juta orang dinyatakan ‘terbuang’, yang berarti mereka tidak memiliki bobot cukup sesuai dengan tinggi badan.
Di belahan dunia lain, terlalu banyak makan dialami banyak orang dari segala usia di seluruh dunia. Laporan tersebut menemukan bahwa sebanyak dua miliar, dari tujuh miliar orang di dunia sekarang, mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Di Amerika Utara, sepertiga dari semua pria dan wanita mengalami obesitas. Sedangkan di seluruh dunia, setidaknya 41 juta balita kelebihan berat badan, dan di Afrika saja, sekitar 10 juta anak sekarang tergolong kelebihan berat badan.
“Secara historis, anemia ibu dan kekurangan gizi anak-anak telah dilihat sebagai masalah yang terpisah untuk obesitas dan penyakit tidak menular,” kata Jessica Fanzo, seorang profesor di Johns Hopkins University di Amerika Serikat yang turut memimpin Laporan Nutrisi Global, Sabtu (4/11).
Kondisi ini terkait erat dan didorong oleh ketidaksetaraan di seluruh dunia. Untuk itulah, pemerintah perlu mengatasi mereka secara holistik. Laporan itu juga menyebutkan, pendanaan donor untuk nutrisi naik hanya dua persen, menjadi sekitar Rp 11,7 triliun pada tahun 2015. Padahal, ini perlu dorongan besar dalam pendanaan dan meminta tiga kali lipat investasi global dalam bidang nutrisi menjadi sekitar Rp 94.500 triliun selama 10 tahun.
Laporan Gizi Dunia adalah ulasan tahunan yang dibuat secara mandiri, mengenai keadaan gizi dunia. Laporan itu melacak kemajuan sasaran gizi ibu, bayi, dan anak-anak serta penyakit menahun terkait pola makan, yang diterapkan negara anggota Badan Kesehatan Dunia (WHO). Ironi dua kondisi ekstrim terkait gizi tersebut juga terjadi di Indonesia dan perlu dilakukan sejumlah terobosan sehingga ketimpangan semakin kecil. [AF-04]
Be the first to comment