Masih Defisit, Penghentian Impor Jagung Dipaksakan?

Ilustrasi panen jagung

Jakarta, AF – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan pemerintah menghentikan impor jagung cenderung dipaksakan karena berdampak pada meningkatnya impor gandum dan harga pakan.

Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan pemerintah belum saatnya mengentikan impor jagung karena kebutuhan jagung di Indonesia belum terpenuhi sehingga harus disubstitusi oleh komoditas lain, yakni gandum.
“Memang terjadi penurunan impor jagung, tapi dipaksakan. Karena ada kebijakan untuk tidak mengimpor jagung ya impornya turun. Tapi begitu jagung ditekan, impor gandum malah meningkat drastis,” kata Enny di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan kebutuhan jagung yang belum terpenuhi tersebut, selain untuk konsumsi, juga berdampak pada peningkatan harga pakan ternak sekitar 20 persen. Kebijakan menghentikan impor jagung yang dikeluarkan Kementerian Pertanian itu juga dinilai terlalu mendadak sehingga 483.185 ton jagung impor sempat tertahan di pelabuhan.

Selain jagung, Indef mencatat pemerintah masih mengimpor beras sebanyak 94.000 ton selama Januari hingga Mei 2017 menurut data Pemberitahuan Impor Barang Ditjen Bea Cukai. Data PIB juga menunjukkan selama 2016, impor beras Indonesia sebesar 1,3 juta ton, padahal pemerintah telah meningkatkan anggaran dan subsidi untuk produktivitas padi atau beras.

(Baca : Dorong Kemitraan, Japfa Serap Jagung Lokal)

(Baca : Prioritas Riset, BISI Tingkatkan Produksi Benih)

Sebelumnya, Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santosa memprediksi kekurangan pasokan jagung sebanyak 1,3-1,5 juta ton hingga akhir tahun ini. Peningkatan produksi jagung memang terjadi di Tanah Air, tapi hal itu belum bisa menghapus kekurangan pasokan komoditas tersebut. Untuk itu, pemerintah harus segera menetapkan langkah strategis agar tidak timbul polemik baru di kalangan peternak ayam, baik pedaging maupun petelur.

Menurut Guru Besar IPB ini pada tahun-tahun sebelumnya, defisit jagung mencapai 3,0-3,5 juta ton. Pada 2016, sebenarnya Indonesia defisit sekitar 3 juta ton jagung. Namun karena impor jagung dialihkan ke impor gandum untuk pakan, defisit menjadi tidak terdeteksi. Artinya, hal tersebut jangan langsung dilihat bahwa telah terjadi penurunan impor jagung secara drastis.

“Tahun ini, kita bisa deficit 1,3-1,5 juta ton jagung. Memang ada peningkatan produksi, karena itu defisitnya juga berkurang,” kata Andreas beberapa waktu lalu. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*