Produksi Pangan, Manajemen Usaha Tani, dan Kemitraan

Midzon L I Johannis - Head of Corporate Affairs PT Syngenta Indonesia

Salah satu butir dari program ketujuh Nawacita Presiden Joko Widodo adalah membangun ketahanan pangan. Untuk itu, pemerintah berusaha keras untuk mencapai swasembada pangan dengan meningkatkan produksi tiga komoditas utama yaitu padi, jagung, dan kedelai. Data Kementerian Pertanian menunjukkan produksi padi terus meningkat dari 75.4 juta ton (2015), menjadi 79.4 juta ton (2016), 81.4 juta ton (2017) menurut angka ramalan II. Produksi jagung juga meningkat dari 19.6 juta ton (2015), menjadi 23.6 juta ton (2016), dan meningkat lagi 18,6% mendekati angka 28.0 juta ton (2017) berdasarkan angka ramalan II tahun ini. Hanya produksi kedelai yang belum memperlihatkan hasil memadai karena produksi justru turun dari 963 ton (2015), 860 ton (2016), dan diperkirakan hanya 542 ton tahun 2017. Produktivitas rendah, kepemilikan lahan sempit, penurunan luas panen, dan rendahnya harga jual merupakan kendala produksi kedelai nasional.

Peningkatan produksi komoditas pangan utama itu turut berkontribusi terhadap perbaikan ketahanan pangan Indonesia di tingkat global yang ditunjukkan Index Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index) yang dikeluarkan oleh The Economist Intelligence Unit, suatu lembaga pemeringkat pangan dunia. Menurut GFCI, prestasi Indonesia ditunjukkan oleh perbaikan indeks dari 74 (2015) menjadi 71 (2016) dan 69 (2017). Sementara itu, dari 133 negara, Indonesia masuk dalam 25 besar dunia yaitu peringkat 21 untuk Indeks Pangan Berkelanjutan (Food Sustainability Index), dengan skor 50,77 (100 adalah skor tertinggi). Di samping itu, tingkat kesejahteraan petani yang diukur dari nilai tukar petani (NTP) juga menunjukkan perbaikan. Setelah sempat berada pada angka terendah 99.95 di bulan Maret, NTP kembali meningkat dari bulan April hingga mencapai 102,22 di bulan September 2017. Pencapaian yang baik ini diharapkan memacu semangat semua pihak yang berkecimpung di dunia pertanian untuk berbuat lebih banyak lagi bagi ketahanan pangan nasional.

Namun, semua pemangku kepentingan perlu tetap memerhatikan tantangan-tantangan yang di depan mengingat volatilitas produksi masih dapat terjadi. Baru-baru ini, The International Grains Council (IGC) mengeluarkan ramalan terkininya tentang produksi biji-bijian dunia. Menurut IGC, estimasi produksi biji-bijian dunia tahun 2017/2018 akan berada pada angka 2,079 juta ton, turun 2,5% dari estimasi produksi tahun 2016/2017 sebesar 2,134 juta ton. Penurunan paling besar diprediksi pada jagung (-3,6%), diikuti padi (-0,8%), gandum (-0,7%), dan kedelai (-0,6%).

Sektor pertanian Indonesia, tidak terkecuali, masih akan tetap menghadapi tantangan besar di masa mendatang seperti meningkatnya permintaan pangan karena pertambahan populasi dan perubahan pola konsumsi, tekanan biotik dan abiotik karena perubahan iklim, penyempitan lahan pertanian karena degradasi dan alih fungsi lahan, serta penurunan jumlah rumah tangga pertanian. Data BPS menunjukkan jumlah rumah tangga pertanian turun dari 31,17 juta di tahun 2003 menjadi 26.13 juta di tahun 2013. Ini berarti dalam satu dekade sektor pertanian kehilangan lima juta rumah tangga petani. Selain itu, mayoritas petani juga telah berusia di atas 40 tahun. Regenerasi petani terkendala berbagai masalah seperti urbanisasi, preferensi profesi generasi muda pada sektor industri manufaktur dan industri kreatif, dan persaingan dengan profesi di luar pertanian lainnya yang dipersepsikan lebih menjanjikan.

Tantangan-tantangan tersebut perlu diantisipasi dan dimitigasi sehingga tidak mengganggu keberlangsungan produksi pertanian. Untuk itu pertanian harus terus menerus direvitalisasi agar terlihat sebagai suatu sektor bisnis yang menguntungkan sehingga menjadi salah satu pusat grafitasi bagi generasi muda untuk berkarya demi memenuhi kebutuhan pangan Indonesia di masa depan.

Integrasi

Persoalan pertanian memang kompleks sehingga tidak ada satu jawaban yang paling tepat. Untuk itu dibutuhkan solusi terintegrasi melalui kebijakan yang tepat, penyediaan prasarana dan sarana, pengembangan teknologi yang sesuai untuk pertanian berskala kecil, diseminasi informasi dan teknologi melalui penyuluhan dan pendampingan, serta peningkatan profesionalisme dalam manajemen usaha tani. Sejalan dengan itu, kolaborasi antar berbagai pihak, baik sebagai pemerhati maupun pelaku di bidang pertanian perlu digalakkan.

Sebagai salah satu pelaku dalam bidang agribisnis global, Syngenta sedang mengimplementasikan program-program pembangunan pertanian yang didefinisikan di dalam The Good Gowth Plan sejak tahun 2013. Melalui The Good Growth Plan, Syngenta berkomitmen untuk berkontribusi meningkatkan produktivitas pertanian melalui solusi yang lebih baik; mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas pertanian melalui penggunaan sumberdaya alam secara efisien; dan membangun kesejahteraan masyarakat pertanian melalui pembangunan ekonomi pedesaan. Implementasi program-program tersebut diharapkan dapat mencapai target peningkatkan produksi komoditas utama di dunia rata-rata sebesar 20% di wilayah perusahaan berkarya.

Sebagai contoh implementasi dari komitmen The Good Growth Plan adalah dengan mengembangkan kantong-kantong produksi padi dan jagung di beberapa wilayah di Indonesia. Sejak tahun 2011, dimulai di Jawa Timur, Syngenta bekerja sama dengan para petani membentuk Klub 10 Ton. Para petani yang tergabung di dalam Klub 10 Ton adalah orang-orang yang berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas padi hingga mencapai 10 ton per hektare. Mereka diberi pelatihan praktik agronomi yang baik serta manajemen usahatani untuk mengelola tanaman mereka secara bersama-sama dalam suatu hamparan pertanaman padi. Hasilnya cukup memuaskan dan semakin banyak minat petani untuk meningkatkan produksi.

Selain pengetahuan dan ketrampilan praktik agronomi yang baik serta manajemen usahatani, faktor lain yang memengaruhi kemampuan petani untuk berproduksi adalah masalah biaya. Kenyataanya, hanya 4,7% orang dewasa di daerah pedesaan di negara-negara berkembang yang memiliki akses terhadap pinjaman dari lembaga keuangan formal karena ketiadaan kolateral dan jaminan keberhasilan produksi. Untuk menjawab tantangan ini maka atas inisiatif bersama antara Syngenta dan mitra-mitranya yang peduli akan pertanian seperti Bank Andara, Mercy Corps Indonesia, ACA Insurance, dan BPR Pesisir Akbar telah diselenggarakan program pembiayaan mikro bagi para petani jagung. Proyek yang didukung dan difasilitasi oleh Kementerian Pertanian ini, dimaksudkan untuk membantu para petani agar memperoleh akses terhadap sumber keuangan untuk membiayai investasi usahatani mereka seperti pengadaan teknologi tepat guna dan sarana pertanian.

Uji coba pembiayaan mikro ini diimplemetasikan di Nusa Tenggara Barat sebagai bentuk kemitraan publik-swasta yang berada dalam wadah PISAgro (Partnership for Indonesia’s Sustainable Agriculture). Melalui proyek ini, petani memperoleh layanan paket usahatani seperti benih berkualitas, pelatihan manajemen usaha tani dari perencanaan, penanaman, panen, hingga pasca panen. Mereka juga mendapat pelatihan meningkatkan keahlian proteksi tanaman, pengelolaan keuangan, pembayaran digital, dan keikutsertaan dalam asuransi tanaman. Proyek ini mampu meningkatkan produktivitas tanaman jagung hingga lebih dari 10%, meningkatkan pendapatan petani, serta memperoleh kemudahan akses ke pasar bagi produk pertanian mereka. Memasuki tahun ketiga, proyek uji coba ini telah diikuti oleh lebih dari seribu orang petani jagung dengan tingkat pengembalian kredit yang baik sekali.

Contoh-contoh yang disebutkan di atas adalah sedikit dari banyak sekali cara yang dapat dilakukan oleh para pelaku pertanian untuk meningkatkan produksi dan menyejahterakan petani. Kemitraan antara publik, swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan petani adalah mutlak diperlukan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam bidang pertanian. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas petani sangat dibutuhkan untuk mendukung program pemerintah dalam mencapai swasembada pangan dan menjaga ketahanan pangan secara berkelanjutan.

Ditulis oleh:
Midzon L I Johannis
Head of Corporate Affairs PT Syngenta Indonesia

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*