Jakarta, AF – PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk. mengusulkan kepada pemerintah agar melarang impor benih kelapa sawit dengan alasan ketersediaan bibit di dalam negeri melimpah.
Direktur Utama PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk. Daud Dharsono mengatakan mutu bibit lokal tidak kalah dari produk impor, bahkan berkualitas premium. Apalagi, tutur dia, harga benih dalam negeri tidak berbeda dari produk luar negeri. “Pemerintah harus melarang impor benih sawit tersebut,” ujarnya di Jakarta, awal pekan ini.
Kepala Divisi Produksi Tanaman dan Bioteknologi PT Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk. Tony Liwang menambahkan bahwa impor bibit sawit yang dulu dibuka pada satu dekade silam harus ditinjau kembali.
Melalui anak usaha, PT Dami Mas Sejahtera, Sinarmas Agro memproduksi benih sawit dengan merek Dami Mas I hingga Dami Mas V dengan harga Rp 10.500 per benih.
Tony menyebutkan tren penjualan benih sawit secara nasional turun nyaris 20% per tahun. Tahun lalu, penjualan hanya 70-80 juta kecambah, padahal pada 2015 masih 100 juta kecambah.“Puncak penjualan terjadi pada 2012 yang mencapai 170 juta kecambah,” ujarnya.
Daud Dharsono mengatakan, pihaknya telah menghasilkan benih sawit Eka-1 dan Eka-2 yang diperoleh melalui program seleksi konvensional dan kultur jaringan dari elite palms. Pada 21 April 2017, material tanam Eka-1 dan Eka-2 telah terdaftar di Katalog Bibit Indonesia serta disetujui untuk dibudidayakan oleh Ditjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kemtan). Eka-1 dan Eka-2 tersebut dapat meningkatkan produktivitas minyak sawit lebih dari 10 ton per ha per tahun pada usia 10-18 tahun.
Pelayanan
Sebelumnya, Direktur Bisnis PT Mitra Agro Servindo (MAS) Eko Dermawan mengatakan produsen benih di dalam negeri harus berkomitmen untuk menyediakan benih unggul dengan pelayanan yang optimal.
Untuk itulah, sejak akhir 2016 lalu, PT MAS menjalin kerja sama dengan Felda Global Ventures Berhard (FGV) untuk mendistribusikan benih sawit DxP Felda ML 161 di Indonesia. FGV yang merupakan badan usaha milik negara (BUMN) Malaysia tersebut menilai masih ada potensi pasar benih sawit di Indonesia. Sebagai gambaran, dalam setahun kapasitas produksi FGV mencapai 30 juta biji benih untuk produksi dalam negeri Malaysia dan ekspor ke beberapa negara.
Saat itu Eko mengatakan, meski persaingan dan pangsa pasar cukup ketat pihaknya juga akan menjemput bola kepada calon-calon pembeli di seluruh Indonesia. Pelayanan tersebut dinilai belum dilakukan oleh sebagian besar produsen benih sawit di dalam negeri.
“Kami menawarkan pelayanan setelah penjualan benih atau after sales service kepada para pembeli yang lebih optimal. Ini yang akan membedakan kami dengan produsen benih lain,” ujar Eko. [AF-02]
Be the first to comment