Utamakan Bahan Baku, Perketat Impor Produk Makanan dan Minuman

Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi)

Jakarta, AF – Pemerintah diminta membenahi mekanisme arus keluar barang impor yang sudah masuk ke pelabuhan. Selain agar melindungi industri dalam negeri, pembenahan tersebut juga agar barang yang sudah masuk benar-benar memiliki standar sekaligus keamanannya terjamin. Pemerintah bisa mendahulukan bahan baku keluar dari pelabuhan untuk mendukung proses industri dalam negeri. Artinya, ada proses pemilahan sebelum barang keluar dari pelabuhan.

“Percepatan impor dan penyederhanaan proses impor harus lebih diutamakan bahan baku. Meskipun secara regulasi tidak bisa ada diskriminasi, namun bisa dibuat jalur berbeda antara bahan baku dan barang jadi,” tegas Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S Lukman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, awal Mei lalu.

Bahkan, kalau perlu, ditambah lagi dengan jalur pemeriksaan tambahan, untuk produk-produk kategori konsumsi atau bahan pangan yang langsung konsumsi. “Jalur bahan baku dan produk jadi dipisah. Kemudian persyaratan produk impor pun harus diperketat demi keamanan konsumen di dalam negeri,” ujar Adhi.

Adhi menjelaskan, hingga saat ini, industri sektor makanan dan minuman (mamin) lebih mampu menahan gempuran produk impor. Meski data BPS menyebut ada lonjakan barang konsumsi, hal itu tak berlaku untuk sektor mamin.
Industri mamin, kata Adhi, saat ini sudah menjadi tuan di dalam negeri sehingga tidak khawatir dengan serbuan impor. Tak heran, produk impor jadi sektor mamin pun presentasinya sangat sedikit. Jadi, jika konsumsi dalam negeri terus naik didorong pertumbuhan ekonomi membaik, industri mamin dalam negeri siap memenuhi setiap kenaikan permintaan.

“Industri sangat siap. Karena mamin ada filter rasa selera dan budaya sehingga relatif lebih sulit mamin global menyerang masuk. Perkiraan impor mamin jadi sekitar 7 persen dari total peredaran dalam negeri,” tegas Adhi.

Untuk itu, industri berharap pemerintah benar-benar memperhatikan dan menerapkan perlindungan sekaligus juga menghilangkan berbagai hambatan yang memberatkan pengusaha. Mulai dari regulasi, birokrasi hingga masih besarnya suku bunga untuk industri.

“Suku bunga, regulasi yang kurang kondusif. Memang ada deregulasi, tapi ada juga regulasi baru. Misal soal sertifikasi halal, wacana cukai ke industri, hingga pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor bahan baku kemasan plastik polythelen terephalate (PET) dan lain-lain,” tegas Adhi.

Dia berharap, pemerintah benar-benar memperhatikan masukan industri dan bisa bersinergi. Jangan lagi ada kementerian mendukung, sebagian lagi menolak atas masukan yang diberikan industri.
“Pemerintah harus lebih meningkatkan koordinasi dengan menjadkan kepentingan nasional dan daya saing di pasar global sebagai pedoman,” ujar Adhi.

Dijelaskan, kebijakan impor harus disinergikan dengan dukungan nyata pada industri sebagai sektor penyerap tenaga kerja besar. Impor jangan lagi dimaknai membuka pintu untuk semua barang masuk secara bebas. [AF-03]

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*