
Jakarta, AF – Berdasarkan amanat Undang-Undang (UU) Pangan No 18 Tahun 2012, Badan Pangan Nasional (BPN) seharusnya sudah terbentuk sebelum 17 November 2015. Dalam Pasal 126 diamanatkan pembentukan lembaga yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Lembaga ini untuk mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional. Badan ini akan melakukan fungsi koordinasi, integrasi dan sinergi antarsektoral agar tercipta sinkronisasi antarlembaga. Badan ini sedianya juga akan menjadi komando, mengatur tata kelola, tata niaga dan mekanisme aturan soal pangan. Dengan kewenangan tersebut, lembaga ini dapat menugaskan Kementerian BUMN dalam pengadaan, distribusi dan mencegah penyimpangan dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan.
Akhir 2015 lalu, Kementerian Pertanian (Kemtan) dikabarkan pernah merancang tindak lanjut tersebut, kemudian berpindah ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN-RB). Saat itu, draf pembentukan BPN yang disusun Kemtan telah sampai di Kementerian PAN-RB, tetapi belum diproses sampai ke meja presiden. Dalam draf usulan tersebut, Kemtan menawarkan sejumlah alternatif pembentukan BPN. Salah satunya adalah dengan menjadikan Bulog sebagai penyokong logistik BPN.
Artinya akan ada badan baru yang akan berfungsi sebagai BPN. Namun di sisi lain, ada juga desakan untuk mengangkat Bulog sebagai BPN bersama dengan Badan Ketahanan Pangan (BKP) yang sekarang di bawah Kemtan.
Kemtan menginginkan ada badan baru yang menjadi BPN dan berwenang melakukan pengaturan stok pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, kualitas pangan serta kewenangan menerbitkan rekomendasi untuk ekspor dan impor pangan. Selain itu, BPN juga berwenang melakukan pengawasan keamanan pangan dan memantau harga. Jadi, BPN berfungsi sebagai regulator dan Bulog sebagai pelaksana. Sayang, pembahasan itu pun tenggelam seiring perjalanan waktu.
Mungkin karena ada beberapa pertimbangan lain, Presiden Joko Widodo pada 25 Mei 2016 menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perum Bulog Dalam Rangka Ketahanan Pangan Nasional. Dalam Perpres ini disebutkan, pemerintah menugaskan kepada Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dalam menjaga ketersediaan pangan dan stabilitas harga pangan pada tingkat konsumen dan produsen untuk jenis pangan pokok beras, jagung, dan kedelai.
(Baca : Perum BULOG Harus Jaga Ketersediaan dan Stabilisasi Harga Jenis Pangan Pokok Ini)
“Untuk jenis pangan pokok selain beras, jagung, dan kedelai, menurut Perpres ini, melalui Menteri (yang menyelenggarakan urusan perdagangan) dapat menugaskan kepada badan usaha milik negara di luar Perum Bulog atau kepada Perum Bulog dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang badan usaha milik negara, berdasarkan Keputusan Rapat Koordinasi,” demikian bunyi Pasal 2 ayat (4) Perpres tersebut.
Setelah Perpres yang menguatkan peran Bulog, nyaris tidak ada lagi pembahasan tentang BPN. Hingga pada awal Juni 2017 lalu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan bahwa kejelasan BPN akan diumumkan setelah Hari Raya Idul Fitri 2017 lalu. Penegasan itu disampaikan seusai rapat kerja dengan Komisi IV DPR, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Perum Bulog, dan Kepolisian Republik Indonesia.
(Baca : Badan Pangan Nasional Akan Diumumkan Setelah Lebaran)
Lagi-lagi, setelah Idul Fitri 2017 berlalu, kabar soal BPN itu pun menghilang. Padahal, beberapa kalangan DPR sendiri mendorong agar pemerintah membentuk BPR untuk menstabilkan harga pangan strategis sekaligus memberantas praktik kartel sesuai amanat undang-undang. Mirip dengan draf yang diajukan Kemtan, meski BPN akan dibentuk, peran dan posisi Bulog agar diperkuat karena dinilai telah mengalami pelemahan semenjak tugasnya direduksi hanya untuk menangani beras.
Baru-baru ini, desakan agar pemerintah membentuk lembaga BPN kembali muncul dari beberapa anggota DPR. Dua diantara anggota Komisi IV DPR tersebut adalah Daniel Johan dan Andi Akmal Pasluddin. “Dengan terbentuknya BPN maka akan menjadi pemersatu semua tugas dan fungsi yang ada di kementerian atau lembaga karena menjadi melekat di lembaga pangan tersebut,” kata Andi Akmal, Senin (9/4).
Menurut dia, BPN akan menjadi kuat dari segi otoritas dan penting karena dapat mempersingkat rantai birokrasi yang selama ini tumpang tindih. Demikian dalam dalam kebijakan kuota impor, tarif, dan turunannya dapat menjadi satu pintu melalui BPN. Hal tersebut sebagai program untuk melindungi petani nasional serta menjamin agar kedaulatan pangan Nusantara dapat terwujud.
Lalu bagaimana Bulog sendiri? Beberapa kalangan internal Bulog mengakui perlunya badan yang mengelola regulasi pangan dan menetapkan komoditi apa saja yang harus dikuasai. Salah satu yang strategis adalah Indonesia belum memiliki cadangan pangan yang memadai guna menyiasati keadaan darurat yang berdampak pada ketidakpastian pasokan. Seperti diketahui akibat masih minimnya cadangan pangan yang memadai, pemerintah telah menunjuk Perum Bulog sebagai pengelola ketersedian pangan berikut stabilisator harga untuk beberapa komoditi termasuk beras.
Namun, dengan angka konsumsi masyarakat Indonesia terhadap beras yang berada di angka 30 juta ton per tahun, Bulog mengaku hanya dapat mengelola tak lebih dari 3 juta ton cadangan beras per tahun.
Dengan minimnya kemampuan Bulog dalam mengelola cadangan beras, tak ayal perusahaan pelat merah tersebut mengaku kerap merugi atas kebijakan pemerintah tadi. Kerugian ini merujuk pada fungsi dan peran Perum Bulog yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 19 tahun 2013 tentang Badan Usaha Milik Negara di mana Bulog ditetapkan sebagai stabilisator ketersediaan pangan dan harga, dengan penguasaan atas persediaan cadangan minimal 10 persen yang dibeli dari petani dengan harga minimal dan menjualnya kepada konsumen dengan harga yang sudah ditetapkan.
Berangkat dari hal itu, pimpinan Bulog mendorong dibentuknya BPN yang dikelola negara demi menjalankan fungsi stabilisasi ketersediaan dan harga pangan dan bukan hanya komoditas beras. Semoga kejelasan BPN dan optimalisasi peran Bulog segera terwujud. [Tim Agrifood/AF-03]
Be the first to comment