
Jakarta, AF – Kelangkaan bahan baku semakin mengancam industri pengolahan kelapa dalam negeri. Akibatnya, utilisasi industri pengolahan kelapa terus merosot menjadi hanya 30-50% per tahun. Dari total kebutuhan bahan baku industri pengolahan kelapa yang sebesar 20-21 miliar butir per tahun, hanya bisa dipenuhi 12 miliar butir per tahun dari dalam negeri.
“Tahun ini masih berlangsung, utilisasi masih rendah karena kebanyakan kelapa masih diekspor. Paling tidak kita mulai lebih cepat mencari jalan keluar menyelamatkan industri, tapi memang harus diantisiapasi kejatuhan harga di tingkat petani,” kata Sekretaris Jenderal Himpunan Industri Pengolahan Kelapa Indonesia (Hipki) Donatus G Sabon, Senin (14/8).
Dikatakan, sampai sekarang belum ada instrumen yang mengatur tata niaga ekspor kelapa sehingga ekspor produk ini masih sangat bebas, yang berakibat industri kekurangan bahan baku. Untuk itu, saat ini tengah dilakukan pembahasan tata niaga kelapa. Pembahasan usulan tata niaga tersebut juga mempertimbangkan kemungkinan jatuhnya harga kelapa di tingkat petani.
“Ada kekhawatiran jatuhnya harga kalau pemerintah memutuskan regulasi tata niaga. Sudah ada kesepakatan industri akan membeli berdasarkan harga patokan sesuai benchmark harga internasional crude coconut oil. Kami coba merumuskan bersama di level harga terendah yang bisa dikompromi. Kami sudah punya titik temu,” kata Donatus.
(Baca : Cegah Ekspor Kelapa Utuh, Benahi Tata Niaga)
Dengan tata niaga tersebut, dia mengarapkan, akan ada kepastian bahan baku untuk industri dan bisa menaikan kepastian utilisasi industri pengolahan kelapa. “Produktivitas tanaman turun jauh karena belum ada peremajaan tanaman dan 5-7 tahun terakhir ekspor meningkat signifikan ini mengancam keberlangsungan bahan baku industri,” ujar dia.
Direktur Industri Makanan,Hasil Laut Dan Perikanan Kementerian Perindustrian Abdul Rohim mengatakan, dengan adanya tata niaga kelapa, akan meningkatkan pasokan bahan baku industri hilir dan bisa mendongkrak utilisasinya. Meski demikian, sebelum tata niaga diberlakukan harus ada kajian yang komprehensif agar tidak hanya menguntungkan industri, melainkan juga petani. [AF-04]
Be the first to comment