Jakarta, AF – Pemerintah segera melakukan peremajaan (pilot project replanting) 30.000 hektare lahan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan produktivitas tanaman tersebut.
Demikian disampaikan Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofjan Djalil ditemui di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Senin malam.
Terkait peremajaan tersebut, dia mengatakan terdapat komponen yang merupakan dana Badan Pengelolaan Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit yang diperkirakan sekitar Rp 25 juta per hektare.
“Kemudian ada komponen lain pinjaman KUR. Para pengusaha diperintahkan untuk menjadi avalis, pembina, dan off-taker,” kata Sofjan.
Dia mengatakan proyek awalan peremajaan akan dipilih di lokasi yang sektor koperasinya berjalan kuat, mengingat koperasi akan diproyeksikan menjadi basis kegiatan peremajaan lahan tersebut. “Kami berikan bantuan replanting dari BPDP, diberikan pinjaman, dan sertifikat. Tahap pertama 30 ribu hektare, kalau berhasil tahun depan akan ditambah dan model ini ditambah untuk kebun rakyat. Yang perlu dijamin adalah bibit dan bantuan teknis,” ucap Sofjan.
Sementara itu, ekspor minyak sawit nasional sepanjang Januari-Mei 2017 mencapai 12,10 juta ton, atau naik 29% dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 9,35 juta ton. Kenaikan ekspor tersebut menunjukkan bahwa pasar ekspor Indonesia tetap tumbuh meskipun berbagai kampanye hitam terus membayangi industri sawit.
Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan mengatakan, jelang Ramadan biasanya permintaan minyak sawit meningkat karena konsumsi bertambah selama Ramadan dan Lebaran. Namun, tahun ini fenomena itu berubah, ekspor minyak sawit Indonesia pada Mei hanya terkerek 2%, yakni dari 2,56 juta ton pada April menjadi 2,62 juta ton pada Mei. “Untuk Januari-Mei 2017, kinerja ekspor masih bisa tumbuh 29% dari periode sama tahun lalu,” jelas Fadhil di Jakarta, Senin (17/7).
Selama Mei 2017, secara tak terduga beberapa negara dengan mayoritas penduduk muslim menurunkan permintaan minyak sawitnya. Penurunan yang sangat signifikan dicatatkan Pakistan sebesar 31% dari bulan sebelumnya, yakni dari 207.210 ton pada April turun menjadi 142.210 ton pada Mei. Hal itu karena pangsa pasar Indonesia telah direbut oleh Malaysia dengan harga yang lebih kompetitif akibat tidak adanya pajak untuk produk turunan minyak sawit.
Penurunan permintaan juga diikuti negara-negara Timur tengah yang membukukan penurunan 23%. Tiongkok dan negara-negara Uni Eropa (UE) juga membukukan penurunan permintaan minyak sawitnya masing-masing 7% dan 2%. Tren penurunan permintaan dari Pakistan, negara-negara Timur Tengah, dan Tiongkok tersebut, terjadi karena pada bulan sebelumnya negara-negara itu telah menyetok persediaan dengan memanfaatkan kesempatan, yakni membeli dalam jumlah besar saat harga sedang rendah.
Sebaliknya, Amerika Serikat (AS) menaikkan permintaan minyak sawitnya secara signifikan pada Mei ini. Negeri Paman Sam itu mencatatkan kenaikan permintaan 43% dari bulan sebelumnya,yakni dari 83.700 ton pada April menjadi 119.950 ton. Hal ini sangat mengejutkan di saat AS sedang dengan gencar menuduh Indonesia melakukan dumping biodiesel. [AF-03]
Be the first to comment