Bogor, AF – Kepentingan nasional negara Filipina dan Amerika Serikat (AS) yang menguat belakangan ini perlu diantisipasi oleh Indonesia, khususnya dalam bidang pangan. Raksasa perunggasan PT Charoen Pokphand Indonesia (CPI) mengajak Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk mengkaji fenomena tersebut dan bersama-sama mencari solusi untuk memperkuat kedaulatan pangan.
Hal itu dikatakan Presiden Komisaris PT CPI Hadi Gunawan, pekan lalu, ketika memberikan studium generale di Kampus Sekolah Bisnis (SB) IPB, Bogor, Jawa Barat. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian peresmian Gedung C (perluasan gedung perkuliahan) SB-IPB sekaligus serah terima dari Hadi Gunawan kepada Rektor IPB Arif Satria.
Hadi mengatakan bahwa belakangan mulai muncul beberapa negara yang lebih mementingkan kepentingan nasional (national interest) seperti Filipina dan Amerika Serikat. Sebagai contoh, katanya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mungkin mengabaikan hak asasi manusia (HAM) internasional untuk membasmi narkoba di negaranya karena itulah kepentingan mereka. “Demikian juga Presiden AS Donald Trump akhir-akhir ini mengabaikan aturan WTO tentang tarif terhadap besi dan aluminium bagi negara-negara eksportir untuk menciptakan lapangan kerja di negaranya,” katanya kepada ratusan mahasiswa, puluhan akademisi IPB, dan jajaran manajemen CPI.
Untuk itu, kata dia, Indonesia perlu melakukan antisipasi karena terkait dengan kondisi yang tengah dialami saat ini, termasuk sejumlah aturan perdagangan dunia melalui World Trade Organization (WTO). “Banyak klausul yang menyatakan kita kalah di WTO sedangkan Indonesia sudah mampu swasembada,” ujarnya.
Dia secara khusus menyebutkan bahwa Indonesia juga terancam produk unggas Brasil jika sesuai dengan aturan WTO.
(Baca : Bisnis Minuman Charoen Pokphand Ditargetkan Tumbuh 300%)
Seperti diketahui, beberapa tahun lalu, Pemerintah Brasil mengajukan gugatan ke WTO terkait larangan ekspor daging ayam ke Indonesia. Jika impor dibuka, maka menjadi ancaman bagi produsen unggas dalam negeri karena biaya produksi ayam dari Brasil jauh lebih murah. Bagi Indonesia, larangan untuk melindungi konsumen dalam negeri agar mendapatkan produk yang aman, sehat, dan halal.
“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bersama seperti tadi dikatakan ABGC (academic, business, government, community). Perlu kita pikirkan bersama bagaimana mencari sebuah solusi untuk supaya keswasembadaan kita dan ketahanan pangan kita tetap dapat terjaga dengan baik,” ujar Hadi.
Rektor IPB menekankan pentingnya kolaborasi melalui ABGC, untuk saling mendukung dan mencari solusi bersama dalam berbagai persoalan di Indonesia. ABGC itu dapat menjadi kekuatan luar biasa untuk merespon perubahan yang terjadi saat ini. “Sebagai contoh saat ini IPB berkolaborasi dengan PT CPI selaku perusahaan ternak multinasional dalam bidang pengembangan dunia pendidikan, melalu kerja sama laboratorium, pembangunan clouse hause’, beasiswa, serta pembangunan infrastruktur gedung perkuliahan,” ujarnya.
Dalam peresmian dan serah terima Gedung C juga dihadiri dua mantan rektor IPB yakni Ahmad Ansori Mattjik dan Herry Suhardiyanto, Dekan SB-IPB Noer Azam Achsani, puluhan jajaran eksekutif CPI serta beberapa mitra bisnis dan peternak. Sekretaris Jenderal Dewan Ketahanan Nasional (Wantanas) Mayjen TNI Doni Monardo juga hadir sebentar, sedangkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo batal hadir lalu diwakilkan kepada Sekjen Kemdes PDTT Anwar Sanusi.
Untuk diketahui, pembangunan gedung (Gedung C) tersebut merupakan perluasan dari gedung lama yang hanya terdiri atas Gedung A dan Gedung B. Gedung C yang memiliki 3 lantai dan luas sekitar 2.000 meter persegi difungsikan untuk kegiatan perkuliahan dan pusat riset bisnis. Selain peresmian gedung, CPI juga memberikan bantuan untuk dana abadi IPB sebesar Rp 3 miliar.
Kerja sama IPB dan CPI sudah berlangsung lama dengan sejumlah aktivitas yang membantu perkuliahan di IPB.
Pada tahun 2007, IPB memberikan penghargaan doktor honoris causa (HC) kepada pendiri CPI Sumet Jiaravanon. [AF-02]
Be the first to comment