Bogor, Agrifood.id – Himpunan Alumni Institut Pertanian Bogor (HA IPB) tengah bergotong royong membantu menyediakan sebuah rumah bagi keluarga almarhum Kasim Arifin di Banda Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Pengabdian Kasim Arifin dalam pemberdayaan masyarakat merupakan dasar bagi alumni IPB dan para pihak terkait lainnya untuk membantu. Kasim merupakan alumni IPB yang menyatu dan hidup bersama dengan masyarakat desa. Salah satunya ketika selama 15 tahun bersama masyarakat Waimital, Pulau Seram, Maluku.
Baca : Otomotif dan Makanan Masih Kuasai Kawasan Industri
Wakil Ketua Umum HA IPB Nelly Oswini mengatakan sumbangan itu muncul beberapa saat ketika para alumni tengah membahas kiprahnya dalam buku Refleksi Kasim Arifin. Semasa hidupnya, Kasim Arifin benar-benar terlibat membangun pertanian dan memberdayakan masyarakat desa.
Pengabdian tersebut sudah ditunjukkannya sejak awal tahun 1960-an di Karawang, Jawa Barat, kemudian menjalani masa kuliah kerja nyata (KKN) di Waimital yang akhirnya tinggal bersama rakyat di Pulau Seram itu selama 15 tahun. Lalu dilanjutkan di kampung halamannya, Aceh.
Menurut Nelly yang juga Koordinator Tim untuk Kasim Arifin, niat membantu keluarga Kasim Arifin karena belakangan baru diketahui mereka belum punya rumah sendiri. “Pengabdian tanpa pamrih dan karya luar biasa sudah digoreskan oleh almarhum Kasim Arifin. Kami tergerak memotori bantuan karena baru tahu dia belum memiliki rumah sendiri,” katanya pekan lalu.
Nelly menjelaskan pengumpulan bantuan dilakukan dari sumbangan sukarela hingga penjualan dua buah buku tentang Kasim Arifin. Selain buku Refleksi Kasim Arifin yang sebagian besar ditulis para alumni IPB, juga ada buku Seorang Lelaki di Waimital karya Hanna Rambe. Sejauh ini, dana terkumpul sekitar Rp 100 juta berupa sumbangan dan sisa pembuatan buku, yang ditargetkan hingga Rp 250 juta untuk membangun sebuah rumah tinggal.
Sebagai informai, Kasim Arifin merupakan mahasiswa Fakultas Pertanian di IPB, Bogor. Mulanya dia dan beberapa mahasiswa lainnya melakukan KKN di Waimital dan memperkenalkan program Panca Usaha Tani bagi masyarakat setempat. Kasim begitu mendalami tugasnya dan mengajari petani setempat untuk meningkatkan hasil tanaman dan ternak. Usai beberapa bulan berlalu, program KKN tersebut selesai dilakukan. Saat teman sekelompoknya kembali ke kampus, Kasim justru menolak pulang dan memilih untuk tinggal di Waimital. Dia memilih mengabdi di desa tersebut hingga membantu membuka jalan desa, membangun sawah, dan membuat irigasi. Hal itu dilakukan pria kelahiran 18 April 1938 seorang diri tanpa bantuan uang dari pemerintah.
Baca : Wisata Olahraga Murah, Napak Tilas Tapioka Bogor di Kampung Singkong Sentul
Warga setempat memanggilnya dengan sebutan Antua. Panggilan itu biasanya digunakan untuk orang yang dihormati di Maluku. Setelah beberapa kali dipanggil pulang oleh rekan-rekannya hingga Rektor IPB saat itu, Andi Hakim Nasution, Kasim akhirnya kembali dan diwisuda sebagai sarjana pertanian. Setelah itu dia melanjutkan pengabdiannya dengan mengajar di Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Dalam sebuah tulisannya, guru besar IPB University yang juga Rektor Universitas Al Azhar Indonesia, Asep Saefuddin, menjelaskan karakter kuat, keukeuh (persistent), dan peduli terhadap masyarakat seperti yang dimiliki Kasim itu harus dibangun di dunia kampus, sebagaimana agenda Kampus Merdeka yang dikampantekan pemerintah saat ini.
Sedangkan Rektor IPB University Arif Satria mengatakan dua hal yang ditarik dari pengalaman Kasim Arifin yakni menjadi sosok pembelajar dan penggerak yang tangguh. “Kasim telah menginspirasi masyarakat desa untuk bergerak bersama. Dia telah membangun kepercayaan diri masyarakat desa,” tulis Arif dalam buku Refleksi Kasim Arifin.
Baca : Potensi Besar, Satoria Group Memperkuat Industri Makanan
Untuk diketahui, Agrifood.id mendengar kisah Kasim Arifin sejak tahun 2005-an dari seorang rekan alumni IPB, Pahrian Siregar, yang pernah bertugas di Aceh dan kini menjadi pengajar lepas di pascasarjana lingkungan Universitas Indonesia. Kiprahnya di Seram terbawa hingga ke Aceh menjadi inspirasi bagi para aktivis lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di Serambi Mekah tersebut.
Belakangan, beberapa alumni IPB, terutama Razaeni Taher, kemudian menjadi penggerak untuk mengangkat kiprah Kasim Arifin. Bang Icay, panggilan untuk Razaeni Taher, akhirnya menjalani napak tilas hingga ke Waimital guna mengumpulkan cerita-cerita Kasim Arifin. [AF-04]
agrifood.id || agrifood.id@gmail.com ||081356564448
Be the first to comment