Kerugian Hog Cholera Setara dengan Pendapatan Pajak NTT Tahun 2013

Yunus Mbura (paling kanan) yang juga peternak babi di Maumere, Sikka, NTT, menjelaskan tata cara pemeliharaan babi yang benar.

Bogor – Kerugian akibat wabah hog cholera (kolera babi) yang menewaskan 10.000 ekor babi di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada medio 2017 mencapai Rp 325 miliar. Jumlah potensi kerugian tersebut hampir setara dengan pendapatan pajak Provinsi NTT pada tahun 2013 lalu.

Dinas Peternakan Provinsi NTT mencatat kerugian langsung akibat kematian 10.000 ternak babi mencapai Rp 25 miliar. Kerugian itu adalah rata-rata dari harga jual babi yang mati akibat serangan tersebut. Sedangkan kerugian tidak langsung dari potensi perkembangbiakan babi, pakan dan obat-obatan yang tidak terjual, serta kerugian-kerugian lainnya diperkirakan mencapai Rp 300 miliar.

“Kerugian langsung dengan kematian babi mencapai Rp 25 miliar. Hasil perhitungan kami yang dibantu beberapa pihak lainnya ternyata potensi kerugian mencapai Rp 300 miliar. Salah satunya dari pakan ternak yang tidak terkonsumsi selama beberapa bulan karena 10.000 ekor babi yang mati. Itu angka estimasi potensi kerugian secara keseluruhan,” ujar Danny di Kupang, pekan lalu.

Baca : Tumbuh 1%-2%, Industri Minuman Mulai Bangkit

Sebagai perbandingan, nilai Rp 325 miliar tersebut sangat berarti bagi Provinsi NTT yang masih menggantungkan sebagian besar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari pemerintah pusat. Jika dikonversi, jumlah kerugian itu hampir mendekati jumlah pendapatan pajak daerah NTT tahun 2013 yang mencapai Rp 363,7 miliar.

Berdasarakan data Kajian Ekonomi Regional Provinsi NTT yang dirilis Bank Indonesia maka pendapatan pajak daerah itu memberikan kontribusi sebesar 63% terhadap pendapatan asli daerah. Hal itu berarti serangan yang mematikan babi secara serempak di Pulau Flores saja identik dengan kehilangan 63% PAD NTT pada tahun 2013.

Sebagai catatan, pendapatan pajak daerah terus meningkat dimana selama triwulan-III 2017, pendapatan pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-III 2017 yang berasal dari pajak daerah mencapai Rp 342,92 miliar.

Baca : Kebutuhan Hewan Kurban se-Indonesia Naik 5%

Seperti diketahui, wabah hog cholera mulai menyerang sejak April hingga Oktober 2017. Penyebab utama hog cholera diantaranya akibat cara pemeliharaan babi yang masih bersifat tradisional oleh masyarakat terutama di wilayah pedesaan. Demikian juga kurangnya perhatian atas pemeliharaan dan kebersihan kandang, penggunaan pakan tradisional dan tidak sehat serta minimnya pemberian obat dan vaksin merupakan faktor yang menyebabkan tingginya tingkat penularan penyakit serta produktivitas ternak yang rendah.

Yunus Mbura yang juga salah satu peternak di Maumere, Sikka, NTT, mengatakan serangan hog cholera tersebut sangat memukul para peternak babi. Jerih payah membangun peternakan babi selama beberapa tahun sebelumnya untuk menopang ekonomi keluarga, lenyap dalam seketika.

“Ini sangat memukul kami para peternak karena kehilangan sumber pendapatan keluarga. Semua modal kami habis dalam hitungan 1-2 hari saja,” ujarnya.

Yunus bersama sejumlah peternak babi sudah bangkit dari situasi terpuruk pada pertengahan 2017 lalu. Meskipun sangat berat, secara perlahan para peternak bangkit kembali. Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan yang meyakinkan para peternak untuk mampu menghadapi hog cholera. Tentu tidak hanya vaksinasi, tata cara pemeliharaan dan penglolaan kandang yang bersih membuat model peternakan babi semakin menjanjikan.

Peternak babi, Stevanus Bulu Laka (tengah), di Sumba Barat Daya, NTT, mengembangkan arisan pakan ternak.

Untuk mencegah terjadinya wabah sejenis, pemerintah baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, bekerja sama dengan salah satu program AIP-Rural yakni Promoting Rural Income through Support for Markets Agriculture (Prisma). Selain itu, menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak swasta dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Kolaborasi pemerintah, swasta dan masyarakat di NTT tersebut diharapkan mampu mendorong peternakan babi sebagai penopang kesejahteraan.

Ketika menemui penjabat Gubernur NTT Robert Simbolon, Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Allaster Cox mengaku kolaborasi antara pemangku kepentingan yang dipimpin Pemprov dalam usaha membasmi hog cholera sudah bagus. Dari kolaborasi tersebut juga telah melahirkan road map pada April 2018 lalu yang akan diimplementasikan di seluruh wilayah di NTT. [agrifood.id@gmail.com/AF]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*