Nikmatnya Kopi Mengancam Harimau, Gajah dan Badak Sumatera….

Harimau Sumatera (dok WCS)

BogorNgopi menjadi ritual harian terbesar umat manusia di bumi tanpa dibatasi perbedaan ras ataupun keyakinan. Kopi juga sudah menjadi sebuah aktivitas ekonomi dengan sejumlah raksasa industri yang terlibat di dalamnya. Mulai dari hulu yang memproduksi hingga sampai pada konsumen, ada rantai pasok yang melibatkan banyak pihak. Di balik itu semua, kopi juga menyimpan sejumlah dampak negatif yang tidak sedikit dalam berbagai tingkatannya. Salah satunya adalah kebutuhan lahan yang mendesak karena kopi membutuhkan spesifikasi dan ketinggian tertentu.

Satu dekade silam, pimpinan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Sumatera, Kementerian Lingkungan Hidupan dan Kehutanan (KLHK) sudah merasakan ancaman tersebut. Ini berarti ancaman terhadap kawasan hutan lindung itu tidak saja dari praktik illegal logging. “Ada perambahan hutan untuk dijadikan lahan pertanian,” kata Kepala TNBBS Kurnia RN sebagaimana dikutip Kompas.com edisi Mei 2008 tersebut.

Permintaan kopi yang meningkat dan harga yang menggiurkan, telah mendorong perambahan tersebut. Saat itu, organisasi konservasi internasional WWF-Indonesia memperkirakan sekitar 17 persen atau 60.000 hektare (ha) areal TNBBS telah dikonversi menjadi lahan pertanian dan sebagian besar untuk perkebunan kopi. Jika perambahan hutan lindung itu tidak diatasi, maka kehidupan tiga mamalia besar di Sumatera, yakni gajah, harimau, dan badak sumatera terancam. Sebagaimana kawasan lain, ancaman kepunahan mengintai di kawasan yang menjadi Situs Warisan Dunia Hutan Hujan Tropis Sumatera yang diakui UNESCO.

Selama ada keuntungan ekonomi, sulit untuk mencegah aktivitas ilegal masyarakat. Demkian juga jika tidak ada alternatif usaha lain, maka norma, kebijakan dan sanksi hukum pun sulit untuk diterapkan. Seiring perjalanan waktu, areal kebun kopi di kawasan TNBBS terus memberikan kontribusi pada ekspor kopi Lampung ke sejumlah mancanegara. Di tingkat petani atau pengumpul, aksi perambahan itu tentu dengan berbagai kesengajaan. Pada jalur rantai pasok yang lebih jauh, bisa jadi ada sejumlah kemungkinan sehingga perusahaan-perusahaan besar atau eksportir tetap menerima kopi-kopi ‘ilegal’ tersebut.

Baca : Buah, Rempah, dan Daun Ternyata Ada pada Cita Rasa dan Aroma Kopi Indonesia

Data terakhir yang dilansir Wildlife Conservation Society (WCS) menyebutkan setiap tahun sekitar 26.000 ton kopi robusta Lampung diproduksi dari TNBBS yang mempunyai luasan 320.000 (ha) itu. Mungkin saja ada sejumlah upaya sporadis menekan laju perambahan tersebut, tapi fakta menunjukkan belum efektif. Untuk mencegah deforestasi yang terus meningkat, WCS mendorong 12 perusahaan kopi internasional untuk mendukung produksi kopi berkelanjutan dan menopang mata pencahariaan petani agar lebih sejahtera. Selain dari perusahaan, kolaborasi tersebut juga melibatkan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), produsen, pedagang, distributor dan pengolah, hingga eksportir kopi.

Dalam siaran pers, Kamis (12/4), WCS menyebutkan telah tercapai kesepakatan dan komitmen melalui Pernyataan Niat Bersama untuk memobilisasi berbagai upaya guna mengatasi ancaman deforestasi yang meningkat. Pernyataan Niat Bersama tersebut diinisiasi melalui Meja Bundar ke-3 “Kopi Berkelanjutan di Lansekap Bukit Barisan Selatan” yang diselenggarakan WCS bekerja sama dengan Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan dan Gabungan Eksportir Kopi Indonesia (GAEKI).

Beberapa perwakilan perusahaan hadir, seperti Jacobs Douwe Egberts B.V, Louis Dreyfus Company, PT. Mayora Indah, Nestlé, PT Berindo Jaya (Neumann Kaffee Gruppe), dan Olam International yang menguasai sekitar 60% rantai pasok kopi di Lampung. Sedangkan dari organisasi turut melibatkan Asosiasi Supplier Kopi Lampung, Enveritas, Hanns R. Neumann Stiftung, serta penjual dan pesangrai kopi lainnya.

Baca : Ini Komitmen Perusahaan Kopi Dunia Cegah Deforestasi di Indonesia

Momentum yang cukup strategis itu juga dihadiri Parosil Mabsus selaku Bupati Lampung Barat (Provinsi Lampung) dan juga Popo Ali Martopo selaku Bupati Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan (Provinsi Sumatera Selatan), Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung Dessy Demaniar Romas serta Kepala Balai Besar TNBBS beserta jajarannya masing-masing. Masyarakat sekitar TNBBS di OKU dan Lampung Barat tentu sangat perlu untuk diberikan pemahaman soal keberlanjutan tersebut.

Country Director WCS Indonesia Noviar Andayani menjelaskan pernyataan bersama ini merupakan pendekatan unik untuk mengatasi deforestasi akibat budi daya komoditas pertanian. Apalagi, perusahaan-perusahaan juga secara aktif terlibat dalam perlindungan lansekap hutan yang terancam.
Kolaborasi baru antara sektor swasta, petani, lembaga swadaya masyarakat dan pemerintah ini sangat penting untuk mendukung mata pencaharian petani dan menyelamatkan masa depan TNBBS. Selain itu, menyelamatkan juga beberapa spesies fauna penting Indonesia yang kelangsungan hidupnya bergantung pada TNBBS.
“Kami telah belajar dari upaya konservasi yang kami laksanakan lebih dari 20 tahun di Indonesia bahwa pendekatan baru terkadang dibutuhkan untuk mengatasi masalah-masalah lama,” katanya.

Christopher Stewart, Head of Corporate Responsibility and Sustainability Olam International memberi apresiasi atas pentingnya inisiatif bersama tersebut. Hal itu sejalan dengan komitmen pihaknya melalui Living Landscape dengan memberikan tiga dampak positif di lokasi kerja perusahaannya.
“Jadi petani yang sejahtera, komunitas desa yang berkembang, dan ekosistem yang sehat dapat tercipta secara bersamaan. Hal ini hanya dapat dicapai melalui kemitraan yang nyata,” ujarnya melalui keterangan tertulis.

Baca : Sebastian Coffee & Kitchen Buka Gerai di Terminal 3 Bandara Soetta

Upaya mencegah deforestasi dan terus mendorong kesejahteraan bagi petani serta komunitas sekitar hutan maka sudah ada kesepakatan, tinggal bagaimana implementasinya. Tentu tidak mudah dan butuh pendekatan yang komprehensif sehingga poin-poin deklarasi yang disetujui dalam Pernyataan Niat Bersama bisa terwujud. Tradisi ngopi tentu terus meningkat seiring melonjaknya permintaan konsumen dunia. Sebelum tiba di konsumen, perjalanan biji kopi harus melalui ‘bagian tengah’ dari rantai pasoknya, seperti pedagang dan distributor, perusahaan besar hingga eksportir. Dalam sebagian besar transaksi perdagangan, kendali ‘bagian tengah’ sangat menentukan. Untuk itu, peran dan tanggung jawabnya sangatlah dibutuhkan agar terkendali pada arah yang lebih baik guna mencegah kepunahan gajah, harimau, dan badak sumatera terancam. [Agrifood/AF-02]

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*