Peluang dan Tantangan Pewarna Alami Pada Pangan Olahan

Lili Defi Zaharudin
Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)


AF – Penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) sangat memengaruhi karakteristik pangan olahan. Karakteristik pangan olahan yang dikehendaki melalui penambahan BTP agar penampakan lebih menarik, aroma dan rasa lebih disukai, serta masa simpan lebih lama. BTP memiliki fungsi teknologi tertentu yang memengaruhi karakteristik produk pangan olahan. Salah satu golongan BTP yang sering digunakan dalam industri pangan olahan adalah pewarna, baik alami maupun sintetik. Hal ini dikarenakan warna merupakan salah satu faktor yang mendukung persepsi penerimaan dan ekspektasi konsumen dalam mengonsumsi produk pangan. Banyak produk pangan seperti kembang gula, produk bakeri, desserts, pangan ringan, dan minuman yang menggunakan pewarna agar lebih menarik bagi konsumen.

Pewarna alami adalah pewarna yang dibuat melalui proses ekstraksi, isolasi, atau derivatisasi (sintesis parsial) dari tumbuhan, hewan atau sumber alami lainnya. Beberapa pewarna alami di sekitar kita misalnya klorofil pada daun-daun berwarna hijau atau karotenoid pada wortel dan sayuran lain yang berwarna oranye-merah). Pewarna alami ini bersifat tidak stabil terhadap panas dan cahaya, tidak tahan lama, dan intensitas warnanya tidak terlalu kuat. Beberapa jenis pewarna alami yang diizinkan penggunaannya berdasarkan Peraturan BPOM No 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan antara lain Merah Bit (INS 162), Antosianin (INS 163), Kurkumin (INS 100(i)), dan Beta-karoten (160a(ii)).

Meningkatnya kesadaran konsumen terhadap kesehatan serta tren gaya hidup sehat dengan memilih produk pangan berbahan alami serta bebas dari bahan kimia sintetik mendukung peningkatan permintaan pewarna alami. Di samping itu, persepsi positif terhadap pewarna alami umumnya dianggap lebih aman dan lebih menyehatkan daripada pewarna sintetik juga dapat meningkatkan daya tarik produk bagi konsumen. Kondisi ini merupakan peluang bagi produsen pangan olahan untuk menciptakan pangan olahan yang memiliki karakteristik yang menarik dengan menggunakan pewarna alami.

Di sisi lain, Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati tentunya memiliki banyak pilihan sumber bahan baku pewarna alami. Misalnya buah merah (Pandanus conoideus) adalah tanaman khas Papua dengan banyak manfaat, salah satunya sebagai pewarna alami. Buah ini berwarna merah keunguan dan mengandung karotenoid, antosianin, dan flavonoid yang berperan sebagai pigmen alami. Namun sampai saat ini belum ada sediaan pewarna alami dari buah merah yang dikomersialisasi dan terdaftar di BPOM. Demikian juga dengan pewarna alami dari tanaman secang (Caesalpinia sappan L.) adalah tanaman yang menghasilkan kayu berwarna merah dan kaya akan senyawa brazilin. Senyawa brazilin ini dapat diekstrak dan digunakan sebagai pewarna alami yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami pangan. Ketersediaan dan keberagaman sumber bahan alami lainnya seperti dari buah-buahan, sayuran, rempah-rempah tentunya memberikan banyak pilihan sumber bahan baku pewarna alami bagi produsen BTP pewarna. Walaupun terdapat peluang besar peningkatan penggunaan pewarna alami tetapi terdapat juga beberapa hambatan penggunaan pewarna alami dalam pangan.

Peneliti
Pewarna alami umumnya kurang stabil dibandingkan pewarna sintetik sehingga mengalami perubahan warna atau mudah pudar selama proses pengolahan dan penyimpanan produk pangan. Pasokan sumber bahan baku pewarna alami mungkin tidak konsisten, sulit diperoleh atau harga mahal terutama di luar musim panen sehingga yang dapat menyulitkan produksi pewarna tersebut. Di samping itu, warna yang dihasilkan dari pewarna alami bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi pengolahannya sehingga sulit mencapai warna yang konsisten dalam proses produksinya. Pewarna alami selain yang telah tercantum pada Peraturan BPOM No 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan belum dapat digunakan dalam pangan. diizinkan. Sehingga untuk dapat digunakan maka perlu pengkajian keamanan dan efektivitas pewarna alami tersebut terlebih dahulu oleh BPOM. Oleh karena itu menyediakan data ilmiah komprehensif terkait pembuktian keamanan dan efektivitas suatu pewarna alami merupakan tantangan tersendiri bagi peneliti.

Selain tantangan, tentu ada peluang yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan riset terkait pewarna alami. Peluang dalam mengembangkan metode untuk meningkatkan stabilitas pewarna alami selama pengolahan dan penyimpanannya. Menambahkan bahan pangan lain ke dalam sediaan pewarna alami mungkin dapat meningkatkan stabilitas pewarna alami. Dalam hal antisipasi kelangkaan ketersediaan bahan baku pewarna alami maka peneliti yang fokus pada budidaya tanaman tentunya tertantang untuk mengembangkan metode budidaya dan panen yang lebih efisien atau bahkan dapat menemukan sumber pewarna alami baru yang lebih mudah diperoleh dengan harga yang murah. Sebagai upaya meningkatkan konsistensi peneliti tentunya mempunyai peluang mengembangkan metode untuk mengekstrak dan memurnikan pewarna alami serta metode mengontrol warna dari pewarna alami. Selanjutnya, untuk pewarna alami baru yang belum tertuang dalam regulasi maka peneliti mempunyai peluang untuk dapat mengajukan izin penggunaan pewarna alami ke BPOM dengan melengkapi data-data ilmiah yang dibutuhkan dalam pengkajian dan penyusunan standar pewarna baru tersebut.

Regulator
Sebagaimana amanah dari Undang Undang Pangan No 18 Tahun 2012 bahwa Pemerintah berkewajiban memeriksa keamanan bahan yang akan digunakan sebagai BTP sebelum diedarkan. Selanjutnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan telah mengamanahkan kepada BPOM melakukan pengkajian keamanan BTP berbasis ilmiah dan penyusunan standar BTP yang akan digunakan di dalam pangan. BPOM berkewajiban untuk memastikan bahwa pewarna alami yang beradar di pasaran telah memenuhi standar mutu dan keamanan, pelabelan yang jelas dan informatif sebagaimana yang telah ditetapkan dalam peraturan. Tantangan yang sering dihadapi BPOM pada saat melakukan pengkajian dan penyusunan standar suatu BTP termasuk BTP pewarna alami adalah kurangnya data ilmiah untuk pembuktian keamanan dan efektivitas pewarnannya sehingga diperlukan lebih banyak penelitian terkait untuk membuktikan bahwa penggunaannya aman bagi konsumen dan efektif dalam mewarnai produk pangan. Data ilmiah yang komprehensif dapat membantu pemerintah dalam membuat keputusan yang tepat tentang penggunaan pewarna alami dalam pangan olahan.

Menetapkan standar yang jelas dan komprehensif untuk pewarna alami akan memberikan peluang bagi pemerintah untuk dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang mengandung pewarna alami sehingga konsumen akan lebih yakin untuk membeli produk pangan karena aman, bermutu dan bergizi sesuai dengan kebutuhan. Di samping itu, pemerintah dapat bekerja sama dengan produsen untuk mengembangkan dan menerapkan standar yang tepat untuk penggunaan pewarna alami sebagaimana halnya yang telah dilakukan oleh BPOM dalam menyusun dan menetapkan standar ekstrak daun pandan dan ekstrak bunga telang sebagai BTP pewarna alami. Hal ini tentunya merupakan peluang dalam mendorong inovasi untuk pengembangan pewarna alami yang lebih aman, efektif dan terjangkau serta berbasis bahan baku lokal.

Industri pangan
Sebagaimana halnya telah dijelaskan di atas bahwa penggunaan pewarna alami memiliki tantangan karena kurang stabil dan kurang konsisten dibandingkan pewarna sintetik. Pewarna alami mudah pudar atau berubah warna selama proses pengolahan dan penyimpanan pangan. Di samping itu, warna yang dihasilkan dari bahan alami dapat bervariasi tergantung pada sumber dan kondisi pengolahannya, hal ini menyulitkan untuk mencapai warna yang konsisten dalam produk pangan. Tantangan lainnya adalah terkait biaya di mana pewarna alami umumnya lebih mahal dibandingkan dengan pewarna sintetik sehingga mungkin meningkatkan biaya produksi pangan. Adanya kendala regulasi karena jenis pewarna alami tersebut belum tercantum dalam regulasi juga dapat menghambat proses pengembangan dan pemasaran pangan yang mengandung pewarna alami.

Di samping tantangan, ada peluang yang bagus bagi industri pangan olahan dalam penggunaan pewarna alami dimana konsumen yang semakin sadar akan kesehatan akan mencari produk pangan yang lebih alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Hal ini tentunya akan meningkatkan permintaan untuk penggunaan pewarna alami dalam pangan. Pewarna alami dapat memberikan warna yang menarik dan cerah pada produk pangan sehingga dapat membantu meningkatkan daya tarik produk dan menarik lebih banyak konsumen. Selanjutnya penggunaan pewarna alami dapat membuka peluang pasar baru bagi industri pangan karena dapat menjangkau konsumen yang sebelumnya lebih mengutamakan mengkonsumsi pangan yang mengandung pewarna alami.

Meskipun terdapat beberapa tantangan penggunaan pewarna alami dalam industri pangan, namun tetap memiliki peluang yang besar untuk berkembang. Meningkatnya permintaan konsumen terhadap produk pangan yang lebih menyehatkan dan alami menjadi faktor pendorong utama bagi peningkatan penggunaan pewarna alami. Penelitian dan pengembangan yang berkelanjutan dapat membantu meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan pewarna alami dalam industri pangan.
Kerja sama antara industri pangan, pemerintah, dan akademisi dapat membantu mengatasi tantangan dan mengembangkan standar baru untuk pewarna alami hasil inovasi sehingga dapat digunakan dalam pangan. [dikutip dari foodreview.co.id]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*