Tambak Garam di Hutan Mangrove, PT IDK Diprotes Warga Malaka

Ilustrasi tambak garam.

Kupang, Agrifood.id – Puluhan warga yang tergabung dalam kelompok Barisan Anti Tambak Metikuik Tasiktuik (Barat-Malaka) menggelar unjuk rasa memprotes pembangunan tambak garam yang dinilai telah merusak kawasan hutan bakau (mangrove) di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Pembebasan lahan untuk pembangunan tambak garam di Malaka telah menimbulkan dampak kerusakan lingkungan yang luar biasa terutama di dalamnya mengorbankan hutan mangrove (bakau),” kata koordinator aksi Yosep Suban Kelen dalam aksi unjuk rasa di depan Markas Polda NTT, Kupang, Sabtu (23/3).

Baca : Rekayasa Teknologi BPPT Hentikan Impor, NTT Jadi Provinsi Garam

Dikatakan, pihak PT Inti Daya Kencana (IDK) selaku perusahaan pembangun bersama Pemerintah Kabupaten Malaka telah membebaskan lahan 1.100 hektare untuk pembangunan tambak garam itu.
Masyarakat, lanjutnya, diberikan ganti rugi dengan perhitungan Rp 1 juta/hektare untuk lahan tidak produktif dan Rp3 juta/hektare untuk lahan produktif.

Menurut dia, model pembebasan lahan ini telah mendapat protes dari warga di sekitar kawasan industri maupun di luar daerah. Hal itu karena tambak dinilai tidak memberikan dampak ekonomis bagi rakyat serta telah merusak lingkungan hutan bakau.

Baca : Mengembalikan Kejayaan Jalur Rempah Indonesia

“Seperti di Desa Rabasa Haerain itu, masyarakat semuanya tolak semua karena hutan mangrove yang berfungsi untuk mencegah abrasi justru dikorbankan untuk tambak garam,” katanya.

Ia mengatakan, dampak lain yang ditimbulkan dari pembangunan ini seperti hilang mata pencaharian, maupun mengabaikan budaya lulik (pemali/pantangan) yang diyakini masyarakat adat setempat. Masyarakat pemilik lahan kecil di sekitar lokasi pembangunan juga terkena dampak kerusakan lingkungan, seperti sumber air yang mengering, gagal panen, serta abrasi. Pihaknya meminta Pemerintah Kabupaten Malaka maupun perusahaan terkait agar bertanggung jawab terhadap segala kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.

Sementara itu, perwakilan PT IDK Kabupaten Malaka, Natalia Seran, mengatakan aktivitas PT IDK selama ini tetap dalam koridor hukum. Isu tentang PT IDK merusak mangrove merupakan isu tidak benar dan tidak berdasar.
Sejauh ini, lanjutnya, pihaknya masih menunggu izin amdal dari Pemkab Malaka. Perusahan sudah menyerahkan kerangka acuan sejak 10 Oktober 2018.

Baca : Potensi Indonesia 22.000 Ha, Lahan Garam 3.700 Ha di NTT Dioptimalkan

“Sambil menunggu izin tersebut, aktivitas PT IDK dihentikan sementara,” kata dia seperti ditulis Pos Kupang.
Dijelaskan, izin awal yang diajukan seluas 5.900 hektare namun saat pembersihan hanya 2.700 hektare, rincian 32 hektare sebagai lahan percontohan di Rabasa dan selebihnya di Weseben. Luas lahan tambak garam yang dikelolah PT IDK itu diluar dari lahan hutam primer, permukiman dan lahan pertanian.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*