Jakarta, AF – PT Pertamina (Persero) berencana memproduksi bahan bakar nabati (BBN) menggunakan bahan dasar tebu dan singkong pada tahun ini. Hal ini sebagai upaya untuk memanfaatkan ketersediaan melimpah dari bahan baku tersebut dengan tujuan memangkas biaya impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus mengikis emisi karbon.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan tahun ini perusahaan akan meluncurkan beberapa produk baru berbahan dasar tebu dan singkong. Selain itu, pemanfaatan kelapa sawit juga akan ditingkatkan untuk produk biodiesel.
“Tahun ini kami akan meluncurkan produk baru kami, bioetanol berbahan dasar tebu, juga singkong. [Ada] banyak bahan baku yang bisa digunakan. Kelapa sawit untuk biodiesel, tebu dan singkong untuk etanol,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dikutip Reuters, pekan lalu.
Kemudian, pertamina juga tahun lalu mengatakan akan memulai uji coba produksi hidrogen hijau pada 2023 di pabrik panas bumi di Ulubelu di Pulau Sumatra untuk menghasilkan 100 kg (220 lb) hidrogen per hari.
“Indonesia dikaruniai potensi panas bumi yang sangat besar, sekitar 27GW dan saat ini dari 27, kurang dari 10 persen yang dioperasikan menjadi listrik,” tambah Nicke.
Nicke menyampaikan perusahaan memiliki target ambisius dalam menciptakan kondisi ramah lingkungan. Nantinya, kapasitas produksi hidrogen hijau ini akan dilipatgandakan dalam 5 – 7 tahun ke depan. “Kami memiliki target yang ambisius untuk menggandakan atau melipatgandakan kapasitas dalam lima hingga tujuh tahun. Tidak hanya untuk listrik tetapi panas bumi juga (untuk) menghasilkan hidrogen hijau,” ujarnya.
Sebagai informasi, pemerintah akan mulai mengimplementasikan pencampuran bioetanol 5 persen dengan bahan bakar minyak (BBM) bensin jenis Pertamax dalam waktu dekat. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bauran bensin jenis Pertamax (RON 92) dengan kandungan bioetanol 5 persen atau E5 dapat menaikan kadar oktan produk BBM menjadi RON 95. Dengan demikian, kadar oktan hasil bauran 5 persen bioetanol itu nantinya dapat mengurangi potensi emisi dari BBM sembari ikut merawat mesin kendaraan.
Sementara itu, dilansir dari laman Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), bioetanol pada dasarnya etanol atau senyawa alkohol yang diperoleh melalui proses fermentasi biomassa dengan bantuan mikroorganisme. Bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi bisa memilki berbagai macam kadar. Untuk membuat BBM, dibutuhkan bioetanol dengan kadar tertentu.
Bioetanol dengan kadar 90 hingga 94 persen disebut bioetanol tingkat industri, sedangkan bioetanol yang diperoleh berkadar 94-99,5 persen maka disebut dengan bioetanol tingkat netral. Umumnya bioetanol jenis ini dipakai untuk campuran minuman keras, dan yang terakhir adalah bioetanol tingkat bahan bakar.
Bioetanol termasuk bahan bakar yang diklaim ramah lingkungan karena menggunakan campuran Pertamax (RON 95) dan 5 persen etanol.
Indonesia juga berpotensi bisa menjadi produsen bioetanol yang besar, seperti singkong atau ubi kayu, jagung, ubi jalar, dan tebu. Keempat bahan baku tersebut dikenal mengandung karbohidrat atau pati yang bisa dibuat menjadi biomassa untuk diproses menjadi bioetanol. [AF-03]
Advertorial
IPBCommunication melayani berbagai jasa, seperti komunikasi (government/ community/private), media/public relation, promosi, business intelligent, analisis media hingga crisis management. Didukung dengan tim profesional, berpengalaman luas dalam komunikasi dan pernah berkarir di sejumlah media nasional/internasional. Info lebih rinci bisa hubungi 081356564448 atau agrifood.id@gmail.com.
Be the first to comment