Jakarta, AF – Sebanyak empat pabrik gula (PG) tebu terintegrasi dengan total investasi 12-16 triliun mulai dibangun September-Oktober tahun ini. Dua PG dibangun di Pulau Jawa dan dua lainnya di luar Jawa dengan kapasitas produksi masing-masing sebesar 6-10 ribu TCD (ton cane per day/ton tebu per hari). Seluruh investor PG tersebut adalah perusahaan swasta nasional.
Ketua Tim Upsus Percepatan Investasi Industri Gula Peternakan Sapi dan Jagung Kementerian Pertanian (Kementan) Syukur Iwantoro mengungkapkan, setidaknya ada empat perusahaan yang akan membangun PG berbasis tebu sebelum akhir 2017. Keempat perusahaan tersebut akan membangun kebun tebu dan pabrik gula terintegrasi yang akan menghasilkan gula dan produk turunan lainnya serta menghasilkan energi listrik.
Menurut Syukur, seperti ditulis ID, investasi yang dikucurkan keempat perusahaan itu mencakup kebun tebu dan pabrik gula terintegrasi. Nilai investasi proyek masing-masing diperkirakan Rp 3-4 triliun, baik untuk pabrik maupun kebun tebu. Keempat perusahaan itu akan membangun pabrik berkapasitas giling rata-rata 6-10 ribu TCD. “Artinya, mereka membutuhkan lahan masing-masing 12-20 ribu hektare (ha). Di antara perusahaan tersebut ada yang sudah mulai menanami kebun tebunya, ada yang bekerja sama dengan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) setempat, ada juga yang bekerja sama dengan koperasi petani tebu, ada juga yang sedang dalam proses mengurus hak guna usaha (HGU),” jelas Syukur, akhir pekan lalu.
(Baca : Investasi Tebu di NTT Rp 2,4 Triliun, Realisasi Baru Rp 400 Miliar)
Dengan dibangunnya keempat PG tersebut maka tercatat akan ada lima perusahaan yang merealisasikan investasinya di sektor gula berbasis tebu tahun ini. Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan PG berbasis tebu di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. “Jadi kalau ditotal maka akan ada tiga PG di luar Pulau Jawa, termasuk yang saat ini saya dampingi, di Kendari, Sulawesi Tenggara, dan akan ada dua di Pulau Jawa,” kata Syukur.
Apabila pembangunan pabrik membutuhkan waktu sekitar 18 bulan, ujar dia, Indonesia akan menikmati manfaat penuh kelima pabrik tersebut pada 2019. Kementan sendiri menargetkan peningkatan produksi gula nasional sebanyak 800 ribu ton pada 2019.
(Baca : Pernah Ditolak, Lelang Gula Rafinasi Bakal Diikuti 300 Industri)
Dirjen Perkebunan Kementan Bambang mengatakan, peningkatan itu sejalan dengan pertumbuhan konsumsi gula nasional yang diprediksi menjadi 3,30 juta ton pada 2019. Hingga akhir 2017, produksi gula nasional ditargetkan mencapai 2,50 juta ton atau meningkat dari realisasi produksi 2016 yang tercatat 2,21 juta ton. “Pada 2018, kami menargetkan produksi gula nasional bisa mencapai 2,70-2,80 juta ton. Dan pada 2019 dibidik mencapai 3,30 juta ton, jadi meningkat 800 ribu ton dari target 2017 karena pada 2019 konsumsi diperkirakan mencapai 3,30 juta ton. Jadi, kami usahakan produksi setara konsumsi,” ujar Bambang di Jakarta, baru-baru ini.
Peningkatan 800 ribu ton dilakukan melalui revitalisasi pabrik-pabrik gula yang sudah tua sehingga lebih efisien dan mampu mencapai rendemen maksimal, selain itu ditopang munculnya PG baru. Pada 2018, Kementan berencana melakukan bongkar ratoon 15 ribu ha kebun tebu rakyat yang biayanya Rp 20 juta per ha. “Karena, seharusnya, masa daur panen lahan tebu itu maksimal hanya 6 kali. Sekarang, sudah lebih dari 10 kali, bahkan 13 kali. Akibatnya produktivitasnya rendah. Tanpa bongkar ratoon, peningkatan produktivitas tidak akan tercapai. Dengan bongkar ratoon, bisa mengganti dengan varietas bibit yang produktivitasnya lebih tinggi,” kata Bambang. [AF-04]
Be the first to comment