Prospek Udang Bagus, Agribisnis Cabai Butuh Dukungan

Salah satu sesi dalam Agrina Agribusiness Outlook 2018 di Jakarta, Kamis (15/3).

Jakarta – Prospek bisnis budidaya dan kebutuhan udang masih sangat besar. Keuntungan bisnis udang juga cukup bagus, sekalipun dalam skala kecil, sehingga bisa menjadi aktivitas wirausaha. Hal ini ditopang oleh sejumlah faktor pendukung produksi yang sangat bagus di Indonesia.

Demikian disampaikan Jaja Subagja Dinata yang juga pembudidaya udang dari kawasan Pantai Utara, Bekasi, Jawa Barat dalam acara Agrina Agribusiness Outlook 2018 di Jakarta, Kamis (15/3).

Dikatakan, kebutuhan masih sangat besar di dalam negeri sehingga produksi budidaya udang umumnya bisa diserap. Berbagai faktor pendukung lainnya, seperti iklim/cuaca Indonesa dan garis pantai yang cukup panjang, sebenarnya memudahkan upaya menggenjot produksi udang. Dengan demikian, produksi udang seharusnya bisa dilakukan sepanjang tahun. “Berbeda dengan beberapa komoditas lainnya, semua produksi udang lokal bisa diserap dan tidak banyak persoalan terkait distribusinya,” kata Jaja yang juga aktif dalam Shrimp Club Indonesia (SCI).

Selain itu, lanjutnya, keuntungan yang bisa diperoleh dari usaha budidaya udang cukup tinggi atau bisa mencapai 100% jika diproduksi sesuai teknologi dan tidak ada faktor ekstrim. Untuk itu, bisnis budidaya udang bisa menjadi peluang wirausaha dengan modal yang terbatas dan skala kecil.  “Tidak banyak komoditas dengan tingkat keuntungan yang cukup bagus. Budidaya udang tidak terlalu sulit dan sangat bagus dalam aktivitas wirausaha,” ujarnya.

Jaja menjelaskan, pergerakan harga udang juga terus meningkat sejak tahun 2007 dan meningkat tajam dalam dua tahun terakhir. Salah satu contoh, harga jual untuk ukuran 50 (1 kilogram dengan 50 ekor) berkisar Rp 70.000 per kg. Adapun biaya produksi sekitar Rp 47.000 per kg sehingga tingkat kentungan yang cukup tinggi.

“Tingkat keuntungan cukup tinggi dan kebutuhan pasar juga masih sangat besar sehingga pasti diserap,” tegasnya.
Dia mengakui, ada sejumlah tantangan seperti perbankan yang masih sulit memberikan pinjaman, dukungan sarana dan prasana yang belum memadai (jalan dan fasilitas) untuk kawasan produksi, kebijkan atau pungutan di daerah yang belum baku sehingga memberatkan para pembudidaya udang. “Lokasi pabrik pengolahan udang yang masih jauh dijangkau sentra produksi masyarakat,” ujarnya.

Selain udang, forum tersebut juga membahas sejumlah komoditas seperti unggas, jagung, sapi, cabai, kelapa sawit dan beberapa komoditas lainnya. Agrina Agribusiness Outlook ini biasanya digelar setiap awal tahun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia (AACI) Abdul Hamid mengatakan dukungan bagi para produsen atau petani cabai masih sangat minim. Padahal, resiko dalam budidaya cabai sangat besar dengan fluktuasi yang masih sangat tinggi. Kondisi tersebut membuktikan bahwa perhatian pemerintah masih sangat minim. Di sisi lain, kondisi kesuburan lahan dan faktor cuaca/iklim yang cenderung ekstrim menjadi tantangan berat bagi para prosuden cabai.

“Agribisnis cabai membutuhkan perhatian dan dukungan yang komprehensif, khususnya kepada para petani,” tegas Presiden Direktur PT Mulia Bintang Utama ini.

Mantan Menteri Pertanian Bungaran Saragih dalam kesempatan itu membahas perdagangan produk pertanian nasional 2018 dibayangi kebijakan proteksionisme oleh negara-negara maju. Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu mencontohkan, upaya melindungi pasar dalam negeri tersebut dilakukan dengan menerapkan kebijakan hambatan nontarif. Sebagai contoh, Amerika Serikat memiliki lebih dari 6000 jenis hambatan nontarif sedangkan Eropa lebih dari 4000 jenis.

Dia menegaskan, Indonesia yang dikaruniai penduduk besar harus memanfaatkan pasar dalam negeri semaksimal mungkin untuk menghadapi kebijakan proteksionisme dari negara-negara maju tersebut.
Bungaran menyatakan, program pemerintah untuk mengembangkan tol laut merupakan salah satu hal yang pas untuk menghadapi proteksi pasar global. [AF-03]

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*