Bogor – Potensi tanaman kunyit masih sangat besar dan perlu terus ditingkatkan. Selain sebagai rempah, kunyit juga merupakan tanaman obat untuk bahan baku jamu dan fitofarmaka.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Kementerian Pertanian (Kemtan) Prihasto Setyanto baru-baru ini menjelaskan pertumbuhan produksi kunyit periode 2013 – 2017 meningkat sekitar 2%. Data produksi selama periode tersebut secara berturut-turut tercatat 120.726 ton, 112.088 ton, 113.101 ton, 107.770 ton dan 128.339 ton. Produksi kunyit juga di ekspor ke India dan Timur Tengah dengan angka pertumbuhan rata-rata 20%. Volume ekspor berturut-turut sebesar 1.947 ton, 3.808 ton, 8.670 ton, 7.464 ton dan 7.795 ton.
“Pengembangan tanaman obat ini harus dilakukan karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk jamu dan fitofarmaka. Apalagi, pemanfaatan obat tradisonal untuk peningkatan kesehatan masyarakat sedang digalakan oleh pemerintah,” kata Prihasto.
Seperti diketahui, fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena diproduksi dengan standar tertentu. Optimalisasi tanaman obat tersebut diantaranya didorong dengan Inpres Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Tindak lanjut Inpres itu dengan pengembangan obat tradisonal (fitofarmaka) setara dengan obat konvesional yang dapat diresepkan oleh dokter. Jenis fitofarmaka yang akan dikembangkan salah satunya menggunakan bahan baku dari kunyit.
Dalam pengembangan tanaman obat itu, Ditjen Hortikultura bersinergi dengan beberapa instansi terkait seperti dinas pertanian (provinsi/kabupaten/kota), lembaga penelitian, kementerian terkait, perguruan tinggi, pelaku usaha serta asosiasi terkait. Adapun dukungan Kemtan sebagai penyedia bahan baku dengan mengalokasikan pengembangan tanaman obat (jahe kunyit, temulawak, kapulaga, lidah buaya dan buah merah) seluas 400 hektare (ha) di daerah sentra dan kawasan perbatasan. Untuk kunyit sendiri dialokasikan di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Garut, tepatnya di Kecamatan Selaawi yang tersebar di tiga desa yaitu Selaawi, Mekarsari, dan Cirapuhan.
Sopandi yang juga Ketua Kelompok Tani Selaawi mengatakan kunyit asal Garut disukai oleh pembeli karena ukuran umbinya besar dan warna dagingnya kuning cerah. Untuk itu, kunyit dari Selaawi selalu ditunggu-tunggu pedagang di Pasar Kramatjati, Jakarta.
Baca : Kalbe Farma Genjot Ekspor Jahe Merah, Bogor Gandeng Bintang Toedjoe
Sopandi menambahkan, produktivitas kunyit di Selaawi saat ini masih rendah yaitu sebesar 15 ton/ha. Padahal, potensi optimalnya sebesar 30 to/ha. Hal tersebut dikarenakan petani belum sepenuhnya menerapkan budidaya dengan baik. Dengan melihat peluang permintaan kunyit yang besar dan permintaan ekspor, maka petani berupaya menerapkan produktivitas kunyit yang baik.
Sementara itu, Didin yang juga Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Obat Dinas Petanian Kabupaten Garut menuturkan kondisi kecamatan Selaawi pada ketinggian menengah membuat tanah berwarna merah dan gembur. Sementara belum ada jaringan irigasi sehingga lahan hanya cocok ditanami jagung, singkong dan padi gogo dengan hasil yang tidak optimal.
Kunyit atau Curcuma domestica adalah salah jenis tanaman obat kelompok tanaman rimpang (Zingeberaceae). Tanaman ini berkhasiat dalam pengobatan antara lain untuk mengobati peradangan sendi (osteoarthritis), asam lambung, kanker, mengurangi kelebihan gas pada saluran pencernaan.
Be the first to comment